SAKURA MOTHER
Musim semi baru saja datang, cahaya lembut yang menghangatkan itu mulai
masuk ke celah-celah kecil jendela bambu kamar Aiko kecil yang baru
mulai belajar berjalan. “Seamo, Cepat ambil air kesungai” teriak ibu
dari belakang dapur sambil mengendong Aiko. Ka seamo terlihat berlari ke
dalam hutan samping rumah kami, di dalam hutan banyak sungai kecil
mengalir dengan gemercik merdu yang menjadi irama pagi dalam melodi desa kami.
Tahun semakin cepat berganti “Ka Seamo sudah waktunya shalat, Ayo pulang” aku meneriaki ka Seamo
dari bukit rumahku, ketika ka Saemo kembali , aku langsung berteriak
“IBUUUU” ,muka kakaku jadi berwarna biru bercampur darah, bajunya kotor
dan ketika ditanya oleh ibu “Mereka bilang aku aneh, aku tidak marah
sebenarnya bu, percayalah pada Seamo. Tapi mereka bilang ibadahku
terlalu bodoh karna gerakanya kuno dan dilakukan lima kali di waktu
tertentu, Bagaimana aku tidak marah ?”
***
“Perkenalkan namamu
Aiko” seru guruku. Nama saya Aiko Zahra, saya seorang muslim, saya
tinggal di desa Fujiyama Nagasaki Utara. Hari pertama dikelas menjadi
sangat aneh, kelas mulai ribut dengan segala macam percakapan yang agak
menyebalkan kalau didengarkan. “hei, aiko kenapa kepalamu ditutup
seperti itu” seru Yuri teman yang duduk dismpingku. “ini jilbab kata
ibuku, seorang muslim wajib memakainya”, temanku yang lain mulai teriak
di depanku “kau terlihat aneh sekali Aiko”. Tangisku mulai pecah, aku
berlari sekencang-kecangnya ke lantai tiga ke kelas ka Seamo “kamu
kenapa dik, kok menangis ?” ,ka seamo mulai memelukku, mengusap air
mataku, dan membawaku kemabali ke kelas “SIAPA YANG MEMBUAT ADIKKU
MENANGIS”.
Hening, kelas diam seribu bahasa, mereka semua menunduk. Aku mulai tersenyum bangga dengan ka seamo, ini baru awal jalanku.
***
Festival olahraga baru saja dimulai di akhir tahun, Acara besar setelah
musim semi dan menjadi pembuka liburan yang kami rindukan. Ka Seamo
menjadi salah satu peserta lari di festival tahunan ini, Dan aku sebagai
peserta basket putri, setelah acara besar ini selesai aku dan ka Seamo
harus segara kembali ke desa membawa hasil terbaik kami.
Entahlan
rencana setiap manusia hanya sebuah rencana, bukan sebuah kepastian. Ka
Seamo terjatuh sebelum mencapai finish kakinya terkilir parah, ini bukan
kejadian pertama yang dialami ka Seamo. “hei, Aiko lempar bolanya”
teriak yuri sebagai tim lawanku, “aneh memang dirimu begitupun kakamu,
pakaian kalian, bicara kalian, pergaula kalian apalagi” seru yuri ketika
berhasil merebut bola dari arah sampingku. Ibu selalu bilang jaga
batasmu dengan akhlaqmu sejauh apapun kamu dibenci, tepat sekali aku
tidak akan membalas kebencian mereka “tenang saja yuri, aku tidak akan
membuat dirimu aneh sepertiku, jika kamu tidak suka diriku ” aku mulai
berlari merebut bola dari tanganya dan menyusul tiga point tepat di
akhir waktu. Setidaknya aku akan pulang dengan mendali terbaikku.
***
Sakura tidak selamanya mempesona setiap mata yang memandangnya, tidak
setiap pandangan selalu bersama kebaikan, sama sepertiku ketika aku
harus jatuh tersungkur tanpa cahaya sedikitpun. “Ibu meninggal” aku
hanya bisa menunduk, menangis sejadi jadinya, teriak sekeras-kerasnya,
“AKU MAU PULANG KA” . Surat sampai waktu sore dan malam ini salju mulai
turun” kenapa sang pencipta tidak membantu kita untuk pulang dan
melihat pemakaman ibu ka ? bukankah setelah musim semi harusnya musim
panas ka ?, “oh, Tuhan aku mulai tidak percaya denganmu” . Tamparan
keras tepat di wajahku “AIKO, IBU AKAN MARAH JIKA DIRINYA TAU ANAKNYA
SELEMAH INI IMANNYA”
Aku berlari meninggalkan ka Seamo yang emosian
itu, berlari dan terus menjauh meninggakan asrama, melewati gerbang
sekolah dan melewati mereka yang selalu berteriak sinis penuh kebencian,
karna aku akan segera sama dengan mereka yang membenci seseorang
bernama Aiko Zahra ,membenci diriku sendiri.
***
Terlalu ramai
malam ini, terlalu dingin dan aku hanya mengeluh tanpa tanggung jawab
pada hatiku sendiri. Membawa mantelpun aku lupa, dan sekali lagi aku
memang tidak bertanggug jawab atas tubuh yang diberikan ini. Tapi tidak
bisakah aku ke desa melihat ibuku sendiri, apa yang Engkau rencanakan
dengan semua ini. Aku sudah mengikuti aturanmu, membela ajaranmu,
APALAGI YANG HARUS AKU LAKUKAN. Aku hanya bisa menunduk di tepi jalan
tanpa setitikpun cahaya, cahaya lamupun terlihat enggan sekali mendekat
denganku.
“Kakak bisakah dirimu mengantarkanku ke toko boneka di
sebrag sana” tiba tiba sosok kecil menarik baju panjangku berkali kali,
“kakak ibuku ada disana, tolong antar aku kesana” anak itu hampir
menangis dan terus memaksaku membantunya, kenapa anak kecil ini harus
bertemu ibunya, aku saja tidak bisa bertemu ibuku di desa. “aku tidak
bisa, pergilah sendiri” anak itu mulai menangis, tidak tega rasanya
melihat anak itu, tapi Tuhanpun tega denganku, ibu pergi begitu saja dan
aku tidak diberi kesempatan untuk melihat di terakhir kali.
Tapi
tidak, nanti dia akan tertabrak, aku segera berlari mengejar anak kecil
tadi yang sudah berada di tengah jalan raya “AWAS” aku berteriak
melihat mobil pengangkut barang dengan kecepatan tinggi menuju ke anak
yang masih menangis ketakutan itu. Aku dan mendorongnya ke tepi jalan,
sekuat aku bisa.
***
“Kamu akan baik-baik saja, Ibu mencintaimu
dalam cinta Allah, cepatlah kembali Aiko” , aku tidak ingin kembali,
ijinkan Aiko disini bu, Biarkan Allah juga mencintaiku disini.
”Berjuanglah bersama ka Saemo, jangan pernah kecewa dengan apapun Aiko,
cepat kembali nak” , aku sudah berjuang disekolah, dan itu sudah cukup
bu. ijinkan aku disini”. Mataku mulai terbuka, Ka Seamo dan anak kecil
itu ada disampingku, mereka menangis begitupun dengan diriku , aku tidak
ingin bangun, aku ingin bersama Ibu, hatiku terus membantin sampai ka
seamo membuka selimut yang menutup kakiku, ”maafkan kaka Aiko”.
Semua indah sekali seindah sakura yang tidak pernah aku pedulikan
pesonanya, aku tidak punya kaki ini nilai plusku , aku cacat dan ini
kesempurnaan gerakku dijalan Allah, dan ini sakura kehidupanku.
“terimakasih banyak Aiko, saya tidak bisa membalas pengorbananmu untuk
ana k saya” ibu anak kecil itu memelukku dalam tangisnya, aku baru sadar
ini hidup ini masih sangat panjang dan perjuangan kemarin belum
selesai, masih banyak sakura yang harus aku pelajari bersama ka Seamo.
Umi Wijaya
Tangerang selatan, 5 sep 2013.
Cerpen ini pertama kali ditulis oleh umi wijaya dan di publikasikan di " PENERBIT ASRIFA"
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar