“Buliah jadi uda labiah tau jawabanyo. Apabila denai doa-an. Apakah itu bisa tajadi ?”
Kening abangku mulai berkerut berlapis-lapis, Berapa lapis ? Ratusaaaann. Hahahah, Aura wajahnya juga mulai aneh seperti umur dua puluh satu ditambah lima. Aiihh, ternyata dia sudah terlalu tua untuk menjadi mahasiswa biologi semester delapan. Mengerikan mengetahui biodata aslinya yang menyedihkan itu, apalagi memperhatikan jari-jari tangan putihnya yang mulai mengges-geser layar i-phone milikku tanpa belas kasih.
“Abang ngapain sih?” nanti doi-ku bisa masuk musium kalau abang kasar begitu nyentuhnya. Aku mulai merebut si doi dari tangnnya. “Tunggu sih, abang lagi nyari petunjuk nih”. Aku hanya bisa menarik nafas berkali-kali kalo udah kayak gini kejadiannya. Lagian Petunjuk apa coba, kalau caranya kayak gitu, tinggal bilang kalau abang gak tau arti status bbm itu. “Sini balikin, si doi udah kesakitan tuh bang, dia minta masuk IGD nanti kalau terus-terusan disiksa sama abang.”
“Kamu itu yah De, ini namanya i-phone bukan doi, kamu kelamaan jomblo sih, Hahahhaha. Bantuin sini cari petunjuk biar tau artinya, Kamu kan yang butuh ? ”
Bayangin aja deh, masa dia nyari petunjuk dengan cara geser-geser layar si doi. Mana ada, emangya Dora The Expoler nanya-nanya petunjuk “Apa kamu melihat petunjuk disana Boots ?” yah, Dimana kamu melihatnya Boots? Jadi, dimana kamu melihat petunjuknya Boots ? lalu mereka bernyanyi “Berhasil, Berhasil, Berhasil, Horeeeee”. Huhhh, ini sungguh menyedihkan.
Dan dia bilang aku Jombloo! Perlu dikasih kaca nih sepertinya.
“Aku bahagia menjadi Jomblo Bang , kan kita sehati, seiman, sejiwa dan seperjuangan. Betul tidak ustad ?”
“Emhh -__- ” jawab abangku singkat.
Dia Abangku Misri Yhuriansyah
Umur 21+5 = 27, eh maaf 26 maksudnya.
Mahasiswa Biologi Semester akhir, gak tau sampai kapan akhirnya. Hahahaha.
***
CRIIINGGG… Tatapan tajamnya mulai menyilaukan angkasa pura. Membuat daya listrik berkurang drastis, mungkin terserap oleh aura kesadisan Bang Misri yang tiba-tiba muncul karna aku menganggunya berlebihan, lampu belajar kami mulai kedap-kedip membuat aku sulit menulis. Angin kencang mulai menjatuhkan ratusan komik dan koleksi novel milik kami. Menerbangkann kartu-kartu UNO yang sudah kami koleksi dari beberapa daerah di jepang. Bang Misri mulai berdiri dari tempat duduknya dan mendekatiku dengan tampang sadisnya. Sekali lagi dia melangkah, aku akan teriak beberapa oktaf dalam tingkat nada paling tinggi. Setidaknya itu bisa membuatnya mundur atau lompat dari jendela karna suara merduku.
“Sini laptop Abang, balikin! Abang mau ngerjain tugas. Ini cerita fantasi apa curhat. Aneh sekali, Mana ada di dunia fantasi tentang angkasa pura, memangnya maskapai penerbangan” Dia mulai berkomentar sambil teriak-teriak, sepertinya dia lapar. Hhahhahah
Adek : Suara Abang udah tinggi, gak usah ditambahin oktafnya. Kita lagi enggak demo Bang.
Abang : Adek macam apa itu. (Hanya bisa membantin) . “ -_______- , Oke fix. Ambil nih si doi, dia harus segera masuk rumah sakit jiwa karna pemiliknya udah kena syndrome Melan error nomer satu : Terlalu lebai dalam menulis cerita fantasi dan itu kekurangan data yang jelas sumbernya.
Adek : Syndrome Melan error itu apa yah ?. Aku taunya Melankolis sama Melani Ricardo yang artis itu. Hahhahaha.
Abang : Abaikan -__- . Ini bahasa padang, artinya besok aja Abang kasih tau InsyaAllah.
Aku segera mengunci pintu kamar. Menutup semua jendela takut dia datang lagi tiba-tiba lewat jendela. Memastikan tidak ada jalur untuk dia menerobos masuk. Menyeramkan sekali memang memiliki adik perempuan yang exstrim seperti dia. Gadis yang bisa masuk kamar Abanngnya sendiri lewat jendela. Padahal ini dilantai dua. Exstrim sekali kan ?
Gadis yang selalu mengatakan Abangnya ini berumur duapuluh enam bahkan duapuluh tujuh. Padahal wajah aktorku ini baru duapuluh satu tahun. Dan aku memang sedang di semester akhir. Beberapa bulan lagi akan lulus. Entah apa yang terjadi dengan matanya, kok bisa melihat wajah babyface ini berumur duapuluh enam tahun ditambah satu. Padahal, udah pakai kaca mata.
Memang aneh, belum lagi mengenai kamarku yang dia sebut ruang belajar tapi tak pernah menggagap Abang imutnya ini guru. Itu menyedihkan, Sakitnya tuh dimana-mana !!!
Dia adikku Brilian Lie
Umurnya dua puluh tahun
Mahasiswi Sastra Indonesia
***
Hujan mulai turun tidak terlalu deras namun cukup membuat jendela kamarku berembun. Selalu menyenangkan memang kalau hujan, mau dia deras ataupun tidak. Aku tetap menyukainya. Alasan pertama aku bisa tidur dengan bahagia, alasan kedua bisa tidak masuk kelas karna flu, alasan ketiga menunda rapat organnisasi karna jalanan banjir, alasan keempat uts di cancel karna dosen telat bahkan gak masuk karna jalur ibukota macet total. Hahahaa, itu menyenangkan bagiku. Untuk masa lalu. Jika sekarang sudah lain cerita. Hujan terlalu banyak arti dalam setiap rintiknya.
Kini aku benar-benar mencintai hujan. Sungguh benar-benar mencintainya. Aku belajar mengenai sistem kepercayaan yang ada di dalam setiap rintik hujan di kelompok belajarku itu, yah kelompok belajar yang serba cukup, cukup alay, cukup modus, cukup membuat aku menjadi agak gila dalam belajar. Setidaknya cukuplah untuk menunjang kelaparan ketika akhir bulan. Hahahha
Sasa sahabat baikku pernah berkata bahwa jika kita percaya setiap ada satu rintik hujan yang jatuh ke bumi, ialah tanda bahwa ada seribu cita-cita di bumi yang terkabul. Bayangkan jika dalam sekian detik beribu-ribu rintik hujan yang turun.Lalu dia bertanya kepadaku “Berapa banyak cita-cita yang dikabulkan Lian?”
Pokonya tidak terhitung cita-cita yang terkabul itu, jadi aku dan kelompok cukupku itu selalu membuat banyak cita-cita ketika hujan. Tentunya sambil usaha dan doa, kalau kata Ustad Anan mah.
“Liaannnn, kita disinii...!” Sepertinya ada yang memanggil. Mungkin fens rahasiaku. Tetep jalan ajalah, Hhahahha. Beginilah jadi gadis manis. Semut aja suka, apalagi yang lain. #Bangga
“LIAANNNNN.....!!!” Awww, siapa nih yang lempar ?
Satu gulungan bola kertas tepat mendarat di kening manisku. Ini fens apa paparazi sih, Pake kirim surat segala. Dilempar pula. #Disitu kadang saya merasa sedih.
From : KC dibaca : KECE ( Kelompok Cukup )
Cepet liat kanan, arah jam dua. Dipinggir kolam teratai. Gak perlu ngerasa punya fens, apalagi paparazi. Emangnya situ, Aktris Hollywod. Cukup punya kita, udah bisa bahagia dunia akhirat. InsyaAllah. #Salam JOSS ( JOMBLO SAMPAI SAH)
***
Instrumental klasik Bethoven mulai memacu gesekan melodi yang dimainkan teman-teman dipinggir kolam teratai dekat fakultas sains, tepat sekali berhadapan langsung dengan kelas praktek bang Misri. Disana ada Sanguina Santika yang senyum-senyum gak jelas. Dia pasti gak fokus main biola, tapi fokus mentap jarak jauh ke kelas bang Misri. Emangnya keliatan yah, kan dibatasin tembok. Hahahha
Dia Sanguina Cantika atau biasa dipanggil Sasa #Untung bukan MSG . Ini dia yang ngelempar gulungan kertas yang dijadiin surat. Tulisannya miring kanan, ada juga miring kiri, sama kayak orangnya yang kadang miring kalau udah bahas perasaan. Sanguina ketua KECE yang sanguinis banget.
Aku mulai mendekati taman, menuju tempat duduk Genia yang sedang meperhatikan Sasa bermain biola asal-asalan. “Genia Kolesia, kamu serius banget ngelia Sasa ”.
“Hai, Lian, kamu dari tadi dipanggil-panggil sama kita. Kok diem aja, pura-pura gak denger atau alat pendengarnya bermasalah, Jangan bilang kamu lagi kena syndrome melan error nomer dua : Mengkhayal punya fens dan dikejar paparazi dikampus. Disitu kadang saya merasa sedih sebagai sekertaris KECE memiliki anggota seperti ini.
Cuma bisa diem deh sambil nyubit pipinya dikit kalau Genia udah ngebuly kayak gini. Sadisnya sama kaya bang Misri. Ampun deh. Ngebuat aku lebih tertarik melihat keadaan Doi yang sudah bertahan sekian lama di dalam tas. Dari pada harus nanya kabarnya. #Sedikit Sadis.
“Apa kabar bang Misri ?” Eh, maksudku apa kabar si Doimu itu”. Sambil nunjuk doi dengan kejam -__-.” Ambigu deh pertanyaanmu Ge, mau nanya bang Misri atau Doiku ?”
Dia mulai senyum-senyum penuh arti sama seperti Sasa yang masih senyum-senyum menatap tembok kelas sains dari jauh. Sebenarnya mereka ini kenapa. Asumsiku mereka lapar jadi harus makan sticker yang ditempel di mading, atau sedang galau karna tugas Uda Anan. Huft, Entahlah.
***
Kelas praktik untuk semester akhir terkadang membuat mata sedikit merah, jari-jari sedikit kriting dan cukup membuat hati lebih peka terhadap waktu. Sama seperti perkataan Anan kemarin waktu menggangu keseriusanku mengerjakan laporan. “Cowok cakep itu peka sama waktu, apalgi sama kamu yang nanti jadi istrinya ”. Karna kita saudara seiman dan seperjuangan, maka sekarang giliranku untuk mengatakan itu, hitung-hitung sedikit mengetes fokuslah. “Cowok cakep itu peka sama waktu, apalgi sama kamu yang nanti jadi istrinya , observasi penelitian sudah hampir selesai kan Nan ?.
“MISRI !!! sekian detik itu berharga sekali.” Nah kan, Dia mulai berceramah lagi. “Manusia yang belum bisa menghargai waktu, dan sering membuang-buang waktu itu sama seperti orang yang tau tapi sebenarnya dia gak tau. Atau orang yang tau tapi pura-pura tidak tau. Simplenya dia gak peka dan gak sadar.” Aku gak asing sama jawaban ini.
“Eh, Itu jawabanku kemarin Nan, gak kreativ nih -__-. Ubah sedikit dong redaksinya!” Aku mulai protes! karna memang itu benar-benar jawabanku waktu dia becanda kemarin. Tanpa ada perubahan titik koma sedikitpun. Dasar Anan !!! “Aku masih sibuk aniliis objeknya sebentar, nanti kalau udah selesai baru aku revisi jawabnnya”.
Anan Fahrezi teman sekaligus keluargaku dua puluh satu tahun ini. Mungkin waktu di dalam rahim, kita udah punya frekuensi yang sama untuk berjuang dijalan Biologi. Atau memang kita terlalu sehati jadi dari dulu berdua terus. Sebenarnya berlima, ada tiga makhluk aneh diantara kebersamaan kami. Eh, bukan kebersamaan tapi persaudaraan, nanti dibilang gak normal lagi. Sebenarnya situasi seperti ini membuat saya merasa sedih. #86
Genia Kolesia adik pertama Anan, Kolesia diambil dari kata koleris, Kata Anan sih gitu. Karakternya tegas, saking tegasnya terkadang jadi sadis. Gelia satu jurusan dengan Lian. Sama-sama tergabung dalam kelompok aneh mereka “KECE”. Entah apa yang melandasi adanya kelompok itu, sampai sekarang aku masih bertanya-tanya pada rumput yang bergoyang. #Syalalalaa.
Adik keduannya, Sanguina Cantika. Pemain biola klasik dikampus. Sibuk bolak-balik paris untuk ikut okestra klasik yang sampai sekarang masih aku pertanyakan dimana letak merdunya musik klasik kecuali untuk pengantar tidur. Kali ini aku bertanya bukan kepada rumput yang brgoyang, tapi dengan laporan yang bergoyang. -___-“
“Misri, Sadar-Sadar ! ini laporanku, tolong dicek”. Hahahha ternyata dari tadi Anan mengoyangkan laporannya di depanku. “Kamu meratiin Sanguina ?, itu diakan yang dekat kolam. “Aku gak meratiin, sekilas melihat aja. Ada lian juga disana lagi sibuk sama Doinya”.
BRUUKK !!! Anan tiba-tiba memukul meja. Kenapa anak ini ! “Kamu ngijinin Lian pacaran Msri. Abang macam apa kamu. Hah ?”
“Kamu ngomong apa sih Nan ?” Jawabku singkat.
“Tadi kamu bilang, Lian sibuk sama Doinya.
“Dengerin ya Nan. Emosimu parah sekali. Kamu lihat aja kesana, apa yang adikku lakukan dengan Genia. Aku tau kamu menjaga pandanganmu terhadap Lian.
Anan mulai memberanikan menatap ke arah kolam, melihat sekilas Genia adik pertamannya dan adikku Lian yang sibuk dengan I-phonenya. Anan terlalu parah dalam dalam hal emosi apalagi menyangkut soal perasaan. Aku belum mengerti sama sekali tentang semua ini. Entahlah, kenapa dia menjadi seperti sejak kejadian beberapa tahun lalu.
***
Turki, Danau Van.
22- Agustus- 2008
Salju mulai turun dipertangahan bulan agustus. Menutupi beberapa bangunan kuno di pinggir danau Van. Sudah tidak ada kuncup bunga lili untuk dipetik. Dan kaca-kaca pertokoan sudah mulai ditutup tirainya dengan sangat rapat. Aku masih sibuk menganggu ayah yang sedang bingung menyalakan pemanas ruangan. Musim salju datang tiba-tiba,tidak sesuai jadwal. Membuat kami terburu-terburu menyiapkan banyak hal. Kami tinggal di Flat sederhana yang berhadapan langsung dengan danau Van. Tidak banyak pemandangan yang bisa dilihat, karna semuanya tertimbun salju.
Aku mengajak Lian pergi bermain sebentar. Aku sudah berjanji kepada lian ketika kita sudah sampai ke Turki akan mengajaknya melihat banyak hal. Dan memang hari ini Lian ulang tahunnya. Aku mengajaknya ke tempat yang paling tinggi menurutku waktu itu.
“Kita kemana Bang ?” Tanya lian polos sambil membenarkan syalnya. Kita ke lantai Flat paling atas, nanti dari atas bisa liat lampu-lampu. “Kenapa Cuma lampu, aku mau lihat yang lain juga Bang” Dia mulai menarik-narik bajuku sambil terus merengek.
“Soalnya cuma lampu yang gak tertimbun salju. Yang lainnya kan tertimbun salju” Lian mulai diam dan terus mengikuti langkahku menuju atas flat. Di atas sudah ada Anan, Genia dan Sasa yang membuat suprise. Orang tua mereka dan orang tua kami satu tim dalam penelitian Study Filologi untuk manuskrip kitab salah satu ulama Turki. Dan beruntungnya lagi, kami bisa ikut bersama mereka kesini untuk beberapa minggu.
Tepat adzan magrib waktu itu. Aku dan Lian sampai ke atas Flat. Ternyata tidak ada Anan dan adik-adiknya. Aku meminta Lian untuk menunggu sebentar, dan jangan berani melangkah ke pinggir flat. Karna tidak ada pagar sama sekali.
“ Kamu tunggu sebentar, gak usah ke pinggir-pinggir, nanti kalau Abang kembali, baru kita ke pinggir untuk lihat lampu-lampu dari atas, Dibawah sana kita bisa lihat jalan raya dan danau Van, Faham ?”
“Aku faham Bang”
***
Sasa berlari menghampiri kami dengan biola kesayanganya. Biola Sasa bernama Bebeb warnanya Pink Peach dengan mawar hitam besar di belakangnya. “Itu biola abis diapain lagi Sa ?” Tanyaku ketus. “Biasa My Beb abis dibawa ke salon buat makeover, kan kita mau ke paris bulan depan”. Sasa emang paling suka ganti-ganti gambar sesuka hatinya, kaya minggu lalu. Dikasih gambar siluman tengkorak dibelakangnya warnanya merah pula. Sekarang lebih feminim dikiklah mawar hitam. Hahahah..
“Besok kasih Cover Ti Pat Kai sama Kera Sakti warna ping aja pas diparis Sa, Hhahhah”. Geisha emang paling sadis kalo ngebuly, padahal itu adiknya sendiri. Walaupun Cuma beda beberapa menit lahirnya. “Aku akan mebahagiakanmu Ge, apapun itu akan aku ikuti. Asal aku bahagia *Looh, Hahhahaah”. Nah, ini yang terkadang mebuat saya sedih. Meraka terlalu manis untuk menjadi saudara. Ada yang sadis ada yang lebai.
“Gimana permainan Biolaku tadi Lian? Simpen dulu Doinya ditas. Aku kan lagi ngomong. Bebeb aja aku cuekin tuh liat!”. Anak sanguinis emang maunya diperhatiin terus deh. “Iyah, bentar Sa, Tanya Gelia dlu gih !”
“Ge, tadi aku gima.... (Genia langsung menjawab tanpa menunggu pertanyaannya selesai).
“Kamu kurang fokus, kamu ngeliatnya ke gedung sains kan ? Bukan Note Melodi! Permainanmu buruk Sa !!!
Sumpah ! Geisha sadisnya makin parah. Belum selesai nannya udah dipotong aja. To the point banget lagi. Aku jadi sedih. “Iyah, aku juga ngerasanya gitu Ge! Tesyekur Ederim Abla.” Sasa langsung mengangkat tas biolanya, dan pergi meninggalkan kami. Aku langsung bangkit mengejarnya. Sasa terlalu cepat berlari, aku melihat jelas dia menabrak beberapa orang didepannya. Dan sampai akhirnya ia terjatuh ketika menabrak orang ketiga kalinya. Kenapa Sanguinis itu harus ceroboh, dan Koleris itu kejam,jadi gini kan ceritanya. Huft...
“Ini tasmu Sa, Kok kamu nangis ?” Ternyata itu Bang Misri dan Uda Anan. Aku langsung mengampiri mereka. Aku mencari tisu untuk mengapus air mata sasa yang terus berderai tiada henti. Ternyata tisunya habis. Bang Misri yang melihat kebingunganku, langsung meminjamkan sapu tangannya. “Ini bersih kok” Aku mengangguk dan mengambilnya untuk Sasa.
Aku mengenal mereka berdua selama dua puluh tahun aku ada di dunia. Begitupun dengan mereka. Kejadian seperti ini sering terjadi. Mereka saudara yang normal jadi wajar kalau bertengkar, Seperti aku dan Bang Misri yang sering genjatan Senjata. Biasanya kalau mereka yang satu ada yang nangis dan yang satu lagi lempar buku. Bahkan bisa jadi lebih parah dari itu. Tapi tetep parahan kami kok. Lagian,ada Uda Anan sebagai penengah konflik, dalam sekian detik kalau Uda udah bicara, biasanya kesedihan akan hilang, kesadisan akan terlupakan dan cinta akan bersemi kembali. Andai Bang Misri seperti itu, aku akan cucikan bajunya setiap minggu. Hahahhah
“ Udah dong nangisnya Sa,”Aku mulai menghiburnya.
“Aku beneran sedih Lian, Walaupun yang dikatakan Gel itu bener!”
“Ya, masa bohongan. Aku juga tau itu beneran” -__-
Genia menhampiri kami, setelah Uda Anan mengajaknya bicara tadi sebentar. “Aku minta maaf Sa! Aku mengatakan yang sebenarnya, Maaf kalau kamu marah” Geisha langsung memeluk Sasa, Tapi Sasa masih diam seribu bahasa. Tidak ada jawaban sedikitpun. Ada hal yang berbeda disini, aku benar-benar mersakan perbedaan. Ada apa dengan mereka, aku benar-benar tidak mengerti kali ini.
***
Pukul 18:10
22 Agustus 2008 Turki
Bang Misri belum juga kembali, aku sudah tidak sabar melihat lampu-lampu dibawah sana. Aku memberanikan diri melangkah pelan ke pinggir untuk melihat keadaan dibawah. Aku akan hati-hati, langkah kecilku terlalu penasaran untuk melihat semua hal yang Bang Misri katakan. Aku berjalan sambil membenarkan syalku. Rajutannya terlalu panjang. Dan sedikit membuat kulitku gartal. Satu per satu langkah kecilku hampir sampai ke pinggir atap flat. Aku semakin penasaran, dan terus membuatku melangkah ke pinggir atap flat.
Sedikit-sedikit cahaya lampu jalan raya depan flat kami sudah terlihat, Aku melangkah semakin ke pinggir untuk melihat Danau Van dari atas. “Liannn, jangan dinjak pinggirnya” Teriak Uda Anan, tepat ketika aku sudah terperosok jatuh ke pinggir atap.
Aargggghhh... Udaa, Aku berteriak sebisaku, Tangisku mulai pecah. Aku terlalu takut saat itu. Aku tidak ingin jatuh kebawah. Flat ini terlalu tinggi. Dibawahnya langsung jalan raya. Dan ini waktu magrib, jarang ada orang yang diluar. Sementara aku hanya berpegangan pada satu kayu tua penyanggah pinggir atap yang benar-benar rapuh.
Uda Anan segara melepas syalnya,”Gak perlu takut, Tunggu sebentar Lian, Apapun yang terjadi jangan lepaskan tangan Uda, Faham ?” Aku mengangguk sambil menahan tangis. Aku ingat saat itu ia masih sempat melilitkan syal ketanganya, aku belum tau apa tujuannya saat itu. Hujan salju mulai turun membasahi langit Turki. Semakin bannyak salju yang turun membuat kami semakin gemetar. Uda Anan sudah menggapai tanganku, wajahnya sudah memerah. Tangannya belum terlalu kuat untuk manarikku sendiri ke atas. Wajahnya benar-benar semakin memerah. Dia mulai berteriak dan terus menarik tanganku dengan genggaman yang semakin kuat . Air matanya mulai jatuh mengenai wajahku. “ Ya Allah, maafkan Lian sudah membuat Uda Anan menangis”.
Aku sudah tidak kuat menahan tangisku sendiri. “Tahan sedikit lagi yah Lian, Uda akan tarik kamu keatas”. Pintanya pelan.
“Pandanganku mulai buram, nafasku sesak sekali Uda”
“LIIAAANNNNNNN.......”
***
Skarang langit malam dan semua bintangnya sedang bersaksi menatapku. Mempertanyakan tenrang rasa yang aku kejar tapi entah kemana ujungnya. Aku tau, Rinduku sudah salah, Dan benar-benar membuatku sesak.
Bersambung…..
***
UMI WIJAYA LAU
Dershane TURKI 4:49
Kening abangku mulai berkerut berlapis-lapis, Berapa lapis ? Ratusaaaann. Hahahah, Aura wajahnya juga mulai aneh seperti umur dua puluh satu ditambah lima. Aiihh, ternyata dia sudah terlalu tua untuk menjadi mahasiswa biologi semester delapan. Mengerikan mengetahui biodata aslinya yang menyedihkan itu, apalagi memperhatikan jari-jari tangan putihnya yang mulai mengges-geser layar i-phone milikku tanpa belas kasih.
“Abang ngapain sih?” nanti doi-ku bisa masuk musium kalau abang kasar begitu nyentuhnya. Aku mulai merebut si doi dari tangnnya. “Tunggu sih, abang lagi nyari petunjuk nih”. Aku hanya bisa menarik nafas berkali-kali kalo udah kayak gini kejadiannya. Lagian Petunjuk apa coba, kalau caranya kayak gitu, tinggal bilang kalau abang gak tau arti status bbm itu. “Sini balikin, si doi udah kesakitan tuh bang, dia minta masuk IGD nanti kalau terus-terusan disiksa sama abang.”
“Kamu itu yah De, ini namanya i-phone bukan doi, kamu kelamaan jomblo sih, Hahahhaha. Bantuin sini cari petunjuk biar tau artinya, Kamu kan yang butuh ? ”
Bayangin aja deh, masa dia nyari petunjuk dengan cara geser-geser layar si doi. Mana ada, emangya Dora The Expoler nanya-nanya petunjuk “Apa kamu melihat petunjuk disana Boots ?” yah, Dimana kamu melihatnya Boots? Jadi, dimana kamu melihat petunjuknya Boots ? lalu mereka bernyanyi “Berhasil, Berhasil, Berhasil, Horeeeee”. Huhhh, ini sungguh menyedihkan.
Dan dia bilang aku Jombloo! Perlu dikasih kaca nih sepertinya.
“Aku bahagia menjadi Jomblo Bang , kan kita sehati, seiman, sejiwa dan seperjuangan. Betul tidak ustad ?”
“Emhh -__- ” jawab abangku singkat.
Dia Abangku Misri Yhuriansyah
Umur 21+5 = 27, eh maaf 26 maksudnya.
Mahasiswa Biologi Semester akhir, gak tau sampai kapan akhirnya. Hahahaha.
***
CRIIINGGG… Tatapan tajamnya mulai menyilaukan angkasa pura. Membuat daya listrik berkurang drastis, mungkin terserap oleh aura kesadisan Bang Misri yang tiba-tiba muncul karna aku menganggunya berlebihan, lampu belajar kami mulai kedap-kedip membuat aku sulit menulis. Angin kencang mulai menjatuhkan ratusan komik dan koleksi novel milik kami. Menerbangkann kartu-kartu UNO yang sudah kami koleksi dari beberapa daerah di jepang. Bang Misri mulai berdiri dari tempat duduknya dan mendekatiku dengan tampang sadisnya. Sekali lagi dia melangkah, aku akan teriak beberapa oktaf dalam tingkat nada paling tinggi. Setidaknya itu bisa membuatnya mundur atau lompat dari jendela karna suara merduku.
“Sini laptop Abang, balikin! Abang mau ngerjain tugas. Ini cerita fantasi apa curhat. Aneh sekali, Mana ada di dunia fantasi tentang angkasa pura, memangnya maskapai penerbangan” Dia mulai berkomentar sambil teriak-teriak, sepertinya dia lapar. Hhahhahah
Adek : Suara Abang udah tinggi, gak usah ditambahin oktafnya. Kita lagi enggak demo Bang.
Abang : Adek macam apa itu. (Hanya bisa membantin) . “ -_______- , Oke fix. Ambil nih si doi, dia harus segera masuk rumah sakit jiwa karna pemiliknya udah kena syndrome Melan error nomer satu : Terlalu lebai dalam menulis cerita fantasi dan itu kekurangan data yang jelas sumbernya.
Adek : Syndrome Melan error itu apa yah ?. Aku taunya Melankolis sama Melani Ricardo yang artis itu. Hahhahaha.
Abang : Abaikan -__- . Ini bahasa padang, artinya besok aja Abang kasih tau InsyaAllah.
Aku segera mengunci pintu kamar. Menutup semua jendela takut dia datang lagi tiba-tiba lewat jendela. Memastikan tidak ada jalur untuk dia menerobos masuk. Menyeramkan sekali memang memiliki adik perempuan yang exstrim seperti dia. Gadis yang bisa masuk kamar Abanngnya sendiri lewat jendela. Padahal ini dilantai dua. Exstrim sekali kan ?
Gadis yang selalu mengatakan Abangnya ini berumur duapuluh enam bahkan duapuluh tujuh. Padahal wajah aktorku ini baru duapuluh satu tahun. Dan aku memang sedang di semester akhir. Beberapa bulan lagi akan lulus. Entah apa yang terjadi dengan matanya, kok bisa melihat wajah babyface ini berumur duapuluh enam tahun ditambah satu. Padahal, udah pakai kaca mata.
Memang aneh, belum lagi mengenai kamarku yang dia sebut ruang belajar tapi tak pernah menggagap Abang imutnya ini guru. Itu menyedihkan, Sakitnya tuh dimana-mana !!!
Dia adikku Brilian Lie
Umurnya dua puluh tahun
Mahasiswi Sastra Indonesia
***
Hujan mulai turun tidak terlalu deras namun cukup membuat jendela kamarku berembun. Selalu menyenangkan memang kalau hujan, mau dia deras ataupun tidak. Aku tetap menyukainya. Alasan pertama aku bisa tidur dengan bahagia, alasan kedua bisa tidak masuk kelas karna flu, alasan ketiga menunda rapat organnisasi karna jalanan banjir, alasan keempat uts di cancel karna dosen telat bahkan gak masuk karna jalur ibukota macet total. Hahahaa, itu menyenangkan bagiku. Untuk masa lalu. Jika sekarang sudah lain cerita. Hujan terlalu banyak arti dalam setiap rintiknya.
Kini aku benar-benar mencintai hujan. Sungguh benar-benar mencintainya. Aku belajar mengenai sistem kepercayaan yang ada di dalam setiap rintik hujan di kelompok belajarku itu, yah kelompok belajar yang serba cukup, cukup alay, cukup modus, cukup membuat aku menjadi agak gila dalam belajar. Setidaknya cukuplah untuk menunjang kelaparan ketika akhir bulan. Hahahha
Sasa sahabat baikku pernah berkata bahwa jika kita percaya setiap ada satu rintik hujan yang jatuh ke bumi, ialah tanda bahwa ada seribu cita-cita di bumi yang terkabul. Bayangkan jika dalam sekian detik beribu-ribu rintik hujan yang turun.Lalu dia bertanya kepadaku “Berapa banyak cita-cita yang dikabulkan Lian?”
Pokonya tidak terhitung cita-cita yang terkabul itu, jadi aku dan kelompok cukupku itu selalu membuat banyak cita-cita ketika hujan. Tentunya sambil usaha dan doa, kalau kata Ustad Anan mah.
“Liaannnn, kita disinii...!” Sepertinya ada yang memanggil. Mungkin fens rahasiaku. Tetep jalan ajalah, Hhahahha. Beginilah jadi gadis manis. Semut aja suka, apalagi yang lain. #Bangga
“LIAANNNNN.....!!!” Awww, siapa nih yang lempar ?
Satu gulungan bola kertas tepat mendarat di kening manisku. Ini fens apa paparazi sih, Pake kirim surat segala. Dilempar pula. #Disitu kadang saya merasa sedih.
From : KC dibaca : KECE ( Kelompok Cukup )
Cepet liat kanan, arah jam dua. Dipinggir kolam teratai. Gak perlu ngerasa punya fens, apalagi paparazi. Emangnya situ, Aktris Hollywod. Cukup punya kita, udah bisa bahagia dunia akhirat. InsyaAllah. #Salam JOSS ( JOMBLO SAMPAI SAH)
***
Instrumental klasik Bethoven mulai memacu gesekan melodi yang dimainkan teman-teman dipinggir kolam teratai dekat fakultas sains, tepat sekali berhadapan langsung dengan kelas praktek bang Misri. Disana ada Sanguina Santika yang senyum-senyum gak jelas. Dia pasti gak fokus main biola, tapi fokus mentap jarak jauh ke kelas bang Misri. Emangnya keliatan yah, kan dibatasin tembok. Hahahha
Dia Sanguina Cantika atau biasa dipanggil Sasa #Untung bukan MSG . Ini dia yang ngelempar gulungan kertas yang dijadiin surat. Tulisannya miring kanan, ada juga miring kiri, sama kayak orangnya yang kadang miring kalau udah bahas perasaan. Sanguina ketua KECE yang sanguinis banget.
Aku mulai mendekati taman, menuju tempat duduk Genia yang sedang meperhatikan Sasa bermain biola asal-asalan. “Genia Kolesia, kamu serius banget ngelia Sasa ”.
“Hai, Lian, kamu dari tadi dipanggil-panggil sama kita. Kok diem aja, pura-pura gak denger atau alat pendengarnya bermasalah, Jangan bilang kamu lagi kena syndrome melan error nomer dua : Mengkhayal punya fens dan dikejar paparazi dikampus. Disitu kadang saya merasa sedih sebagai sekertaris KECE memiliki anggota seperti ini.
Cuma bisa diem deh sambil nyubit pipinya dikit kalau Genia udah ngebuly kayak gini. Sadisnya sama kaya bang Misri. Ampun deh. Ngebuat aku lebih tertarik melihat keadaan Doi yang sudah bertahan sekian lama di dalam tas. Dari pada harus nanya kabarnya. #Sedikit Sadis.
“Apa kabar bang Misri ?” Eh, maksudku apa kabar si Doimu itu”. Sambil nunjuk doi dengan kejam -__-.” Ambigu deh pertanyaanmu Ge, mau nanya bang Misri atau Doiku ?”
Dia mulai senyum-senyum penuh arti sama seperti Sasa yang masih senyum-senyum menatap tembok kelas sains dari jauh. Sebenarnya mereka ini kenapa. Asumsiku mereka lapar jadi harus makan sticker yang ditempel di mading, atau sedang galau karna tugas Uda Anan. Huft, Entahlah.
***
Kelas praktik untuk semester akhir terkadang membuat mata sedikit merah, jari-jari sedikit kriting dan cukup membuat hati lebih peka terhadap waktu. Sama seperti perkataan Anan kemarin waktu menggangu keseriusanku mengerjakan laporan. “Cowok cakep itu peka sama waktu, apalgi sama kamu yang nanti jadi istrinya ”. Karna kita saudara seiman dan seperjuangan, maka sekarang giliranku untuk mengatakan itu, hitung-hitung sedikit mengetes fokuslah. “Cowok cakep itu peka sama waktu, apalgi sama kamu yang nanti jadi istrinya , observasi penelitian sudah hampir selesai kan Nan ?.
“MISRI !!! sekian detik itu berharga sekali.” Nah kan, Dia mulai berceramah lagi. “Manusia yang belum bisa menghargai waktu, dan sering membuang-buang waktu itu sama seperti orang yang tau tapi sebenarnya dia gak tau. Atau orang yang tau tapi pura-pura tidak tau. Simplenya dia gak peka dan gak sadar.” Aku gak asing sama jawaban ini.
“Eh, Itu jawabanku kemarin Nan, gak kreativ nih -__-. Ubah sedikit dong redaksinya!” Aku mulai protes! karna memang itu benar-benar jawabanku waktu dia becanda kemarin. Tanpa ada perubahan titik koma sedikitpun. Dasar Anan !!! “Aku masih sibuk aniliis objeknya sebentar, nanti kalau udah selesai baru aku revisi jawabnnya”.
Anan Fahrezi teman sekaligus keluargaku dua puluh satu tahun ini. Mungkin waktu di dalam rahim, kita udah punya frekuensi yang sama untuk berjuang dijalan Biologi. Atau memang kita terlalu sehati jadi dari dulu berdua terus. Sebenarnya berlima, ada tiga makhluk aneh diantara kebersamaan kami. Eh, bukan kebersamaan tapi persaudaraan, nanti dibilang gak normal lagi. Sebenarnya situasi seperti ini membuat saya merasa sedih. #86
Genia Kolesia adik pertama Anan, Kolesia diambil dari kata koleris, Kata Anan sih gitu. Karakternya tegas, saking tegasnya terkadang jadi sadis. Gelia satu jurusan dengan Lian. Sama-sama tergabung dalam kelompok aneh mereka “KECE”. Entah apa yang melandasi adanya kelompok itu, sampai sekarang aku masih bertanya-tanya pada rumput yang bergoyang. #Syalalalaa.
Adik keduannya, Sanguina Cantika. Pemain biola klasik dikampus. Sibuk bolak-balik paris untuk ikut okestra klasik yang sampai sekarang masih aku pertanyakan dimana letak merdunya musik klasik kecuali untuk pengantar tidur. Kali ini aku bertanya bukan kepada rumput yang brgoyang, tapi dengan laporan yang bergoyang. -___-“
“Misri, Sadar-Sadar ! ini laporanku, tolong dicek”. Hahahha ternyata dari tadi Anan mengoyangkan laporannya di depanku. “Kamu meratiin Sanguina ?, itu diakan yang dekat kolam. “Aku gak meratiin, sekilas melihat aja. Ada lian juga disana lagi sibuk sama Doinya”.
BRUUKK !!! Anan tiba-tiba memukul meja. Kenapa anak ini ! “Kamu ngijinin Lian pacaran Msri. Abang macam apa kamu. Hah ?”
“Kamu ngomong apa sih Nan ?” Jawabku singkat.
“Tadi kamu bilang, Lian sibuk sama Doinya.
“Dengerin ya Nan. Emosimu parah sekali. Kamu lihat aja kesana, apa yang adikku lakukan dengan Genia. Aku tau kamu menjaga pandanganmu terhadap Lian.
Anan mulai memberanikan menatap ke arah kolam, melihat sekilas Genia adik pertamannya dan adikku Lian yang sibuk dengan I-phonenya. Anan terlalu parah dalam dalam hal emosi apalagi menyangkut soal perasaan. Aku belum mengerti sama sekali tentang semua ini. Entahlah, kenapa dia menjadi seperti sejak kejadian beberapa tahun lalu.
***
Turki, Danau Van.
22- Agustus- 2008
Salju mulai turun dipertangahan bulan agustus. Menutupi beberapa bangunan kuno di pinggir danau Van. Sudah tidak ada kuncup bunga lili untuk dipetik. Dan kaca-kaca pertokoan sudah mulai ditutup tirainya dengan sangat rapat. Aku masih sibuk menganggu ayah yang sedang bingung menyalakan pemanas ruangan. Musim salju datang tiba-tiba,tidak sesuai jadwal. Membuat kami terburu-terburu menyiapkan banyak hal. Kami tinggal di Flat sederhana yang berhadapan langsung dengan danau Van. Tidak banyak pemandangan yang bisa dilihat, karna semuanya tertimbun salju.
Aku mengajak Lian pergi bermain sebentar. Aku sudah berjanji kepada lian ketika kita sudah sampai ke Turki akan mengajaknya melihat banyak hal. Dan memang hari ini Lian ulang tahunnya. Aku mengajaknya ke tempat yang paling tinggi menurutku waktu itu.
“Kita kemana Bang ?” Tanya lian polos sambil membenarkan syalnya. Kita ke lantai Flat paling atas, nanti dari atas bisa liat lampu-lampu. “Kenapa Cuma lampu, aku mau lihat yang lain juga Bang” Dia mulai menarik-narik bajuku sambil terus merengek.
“Soalnya cuma lampu yang gak tertimbun salju. Yang lainnya kan tertimbun salju” Lian mulai diam dan terus mengikuti langkahku menuju atas flat. Di atas sudah ada Anan, Genia dan Sasa yang membuat suprise. Orang tua mereka dan orang tua kami satu tim dalam penelitian Study Filologi untuk manuskrip kitab salah satu ulama Turki. Dan beruntungnya lagi, kami bisa ikut bersama mereka kesini untuk beberapa minggu.
Tepat adzan magrib waktu itu. Aku dan Lian sampai ke atas Flat. Ternyata tidak ada Anan dan adik-adiknya. Aku meminta Lian untuk menunggu sebentar, dan jangan berani melangkah ke pinggir flat. Karna tidak ada pagar sama sekali.
“ Kamu tunggu sebentar, gak usah ke pinggir-pinggir, nanti kalau Abang kembali, baru kita ke pinggir untuk lihat lampu-lampu dari atas, Dibawah sana kita bisa lihat jalan raya dan danau Van, Faham ?”
“Aku faham Bang”
***
Sasa berlari menghampiri kami dengan biola kesayanganya. Biola Sasa bernama Bebeb warnanya Pink Peach dengan mawar hitam besar di belakangnya. “Itu biola abis diapain lagi Sa ?” Tanyaku ketus. “Biasa My Beb abis dibawa ke salon buat makeover, kan kita mau ke paris bulan depan”. Sasa emang paling suka ganti-ganti gambar sesuka hatinya, kaya minggu lalu. Dikasih gambar siluman tengkorak dibelakangnya warnanya merah pula. Sekarang lebih feminim dikiklah mawar hitam. Hahahah..
“Besok kasih Cover Ti Pat Kai sama Kera Sakti warna ping aja pas diparis Sa, Hhahhah”. Geisha emang paling sadis kalo ngebuly, padahal itu adiknya sendiri. Walaupun Cuma beda beberapa menit lahirnya. “Aku akan mebahagiakanmu Ge, apapun itu akan aku ikuti. Asal aku bahagia *Looh, Hahhahaah”. Nah, ini yang terkadang mebuat saya sedih. Meraka terlalu manis untuk menjadi saudara. Ada yang sadis ada yang lebai.
“Gimana permainan Biolaku tadi Lian? Simpen dulu Doinya ditas. Aku kan lagi ngomong. Bebeb aja aku cuekin tuh liat!”. Anak sanguinis emang maunya diperhatiin terus deh. “Iyah, bentar Sa, Tanya Gelia dlu gih !”
“Ge, tadi aku gima.... (Genia langsung menjawab tanpa menunggu pertanyaannya selesai).
“Kamu kurang fokus, kamu ngeliatnya ke gedung sains kan ? Bukan Note Melodi! Permainanmu buruk Sa !!!
Sumpah ! Geisha sadisnya makin parah. Belum selesai nannya udah dipotong aja. To the point banget lagi. Aku jadi sedih. “Iyah, aku juga ngerasanya gitu Ge! Tesyekur Ederim Abla.” Sasa langsung mengangkat tas biolanya, dan pergi meninggalkan kami. Aku langsung bangkit mengejarnya. Sasa terlalu cepat berlari, aku melihat jelas dia menabrak beberapa orang didepannya. Dan sampai akhirnya ia terjatuh ketika menabrak orang ketiga kalinya. Kenapa Sanguinis itu harus ceroboh, dan Koleris itu kejam,jadi gini kan ceritanya. Huft...
“Ini tasmu Sa, Kok kamu nangis ?” Ternyata itu Bang Misri dan Uda Anan. Aku langsung mengampiri mereka. Aku mencari tisu untuk mengapus air mata sasa yang terus berderai tiada henti. Ternyata tisunya habis. Bang Misri yang melihat kebingunganku, langsung meminjamkan sapu tangannya. “Ini bersih kok” Aku mengangguk dan mengambilnya untuk Sasa.
Aku mengenal mereka berdua selama dua puluh tahun aku ada di dunia. Begitupun dengan mereka. Kejadian seperti ini sering terjadi. Mereka saudara yang normal jadi wajar kalau bertengkar, Seperti aku dan Bang Misri yang sering genjatan Senjata. Biasanya kalau mereka yang satu ada yang nangis dan yang satu lagi lempar buku. Bahkan bisa jadi lebih parah dari itu. Tapi tetep parahan kami kok. Lagian,ada Uda Anan sebagai penengah konflik, dalam sekian detik kalau Uda udah bicara, biasanya kesedihan akan hilang, kesadisan akan terlupakan dan cinta akan bersemi kembali. Andai Bang Misri seperti itu, aku akan cucikan bajunya setiap minggu. Hahahhah
“ Udah dong nangisnya Sa,”Aku mulai menghiburnya.
“Aku beneran sedih Lian, Walaupun yang dikatakan Gel itu bener!”
“Ya, masa bohongan. Aku juga tau itu beneran” -__-
Genia menhampiri kami, setelah Uda Anan mengajaknya bicara tadi sebentar. “Aku minta maaf Sa! Aku mengatakan yang sebenarnya, Maaf kalau kamu marah” Geisha langsung memeluk Sasa, Tapi Sasa masih diam seribu bahasa. Tidak ada jawaban sedikitpun. Ada hal yang berbeda disini, aku benar-benar mersakan perbedaan. Ada apa dengan mereka, aku benar-benar tidak mengerti kali ini.
***
Pukul 18:10
22 Agustus 2008 Turki
Bang Misri belum juga kembali, aku sudah tidak sabar melihat lampu-lampu dibawah sana. Aku memberanikan diri melangkah pelan ke pinggir untuk melihat keadaan dibawah. Aku akan hati-hati, langkah kecilku terlalu penasaran untuk melihat semua hal yang Bang Misri katakan. Aku berjalan sambil membenarkan syalku. Rajutannya terlalu panjang. Dan sedikit membuat kulitku gartal. Satu per satu langkah kecilku hampir sampai ke pinggir atap flat. Aku semakin penasaran, dan terus membuatku melangkah ke pinggir atap flat.
Sedikit-sedikit cahaya lampu jalan raya depan flat kami sudah terlihat, Aku melangkah semakin ke pinggir untuk melihat Danau Van dari atas. “Liannn, jangan dinjak pinggirnya” Teriak Uda Anan, tepat ketika aku sudah terperosok jatuh ke pinggir atap.
Aargggghhh... Udaa, Aku berteriak sebisaku, Tangisku mulai pecah. Aku terlalu takut saat itu. Aku tidak ingin jatuh kebawah. Flat ini terlalu tinggi. Dibawahnya langsung jalan raya. Dan ini waktu magrib, jarang ada orang yang diluar. Sementara aku hanya berpegangan pada satu kayu tua penyanggah pinggir atap yang benar-benar rapuh.
Uda Anan segara melepas syalnya,”Gak perlu takut, Tunggu sebentar Lian, Apapun yang terjadi jangan lepaskan tangan Uda, Faham ?” Aku mengangguk sambil menahan tangis. Aku ingat saat itu ia masih sempat melilitkan syal ketanganya, aku belum tau apa tujuannya saat itu. Hujan salju mulai turun membasahi langit Turki. Semakin bannyak salju yang turun membuat kami semakin gemetar. Uda Anan sudah menggapai tanganku, wajahnya sudah memerah. Tangannya belum terlalu kuat untuk manarikku sendiri ke atas. Wajahnya benar-benar semakin memerah. Dia mulai berteriak dan terus menarik tanganku dengan genggaman yang semakin kuat . Air matanya mulai jatuh mengenai wajahku. “ Ya Allah, maafkan Lian sudah membuat Uda Anan menangis”.
Aku sudah tidak kuat menahan tangisku sendiri. “Tahan sedikit lagi yah Lian, Uda akan tarik kamu keatas”. Pintanya pelan.
“Pandanganku mulai buram, nafasku sesak sekali Uda”
“LIIAAANNNNNNN.......”
***
Skarang langit malam dan semua bintangnya sedang bersaksi menatapku. Mempertanyakan tenrang rasa yang aku kejar tapi entah kemana ujungnya. Aku tau, Rinduku sudah salah, Dan benar-benar membuatku sesak.
Bersambung…..
***
UMI WIJAYA LAU
Dershane TURKI 4:49
0 komentar:
Posting Komentar