Dia kak mariam
Aku pikir kaka udah pulang kerumah, abis kalo di sms gak ada balesan sih. Dia hanya tersenyum lalu segera memelukku dengan hangat, Ah rasanya sedih sekali. Aku sungguh ingin menangis detik ini juga.
Tahun 2012 aku mulai mendaftar sebagai mahasantri Pesantren Takhasus Iiq. Gadis jakarta dengan basic dibawah standar dalam pendidikan Al-Qur'an. Modal nekat dari segi ekonomi, lalu siap ga siap mendesak diri, untuk bisa menghafal.
Umi Wijaya Lau, ka mariam mulai teriak memanggil namaku dari kamarnya di lantai bawah, "diskusi apa tadi, sama ustad rosyid ?" tanya ka iam ( ka iam adalah panggilan kesayangan) "biasa perkumpulan anak sejarah pembela negara dan agama ka " jawabku polos.
Ka iam mulai senyum gak jelas mendengar jawaban anehku, "lanjutin bahas buku wali songo ka, materi dakwah dalam sejarah bermisteri, kalau kita gak kuat tinggal lambaikan tangan ke kamera deh . Senyum ka iam yang gak jelas tadi makin menjadi mendengar jawabanku yang nelantur inii , entahlah apa maksud senyumnya, terlalu sulit diartikan .
Kalian tau ? Ka iam adalah ahli senyum dalam semua keadaan, bahkan pengendali kegalauan dalam semua kondisi, kalau ENG AVATAR itu pengendali angin, maka julukan ka iam adalam pengendali galau para santri .
Bagaimana bisa seorang pengurus pesantren dengan segudang kasus, setumpuk rangkian tesis yang minta dipertanggung jawabkan segera, belum lagi gangguan sms setiap hari " kak air mati, kak keran di asrama ada yang copot, kak mati lampu". Dan realitanya ka iam masih tersenyum dan lagi lagi senyuman ini masih sulit diartikan.
"kaka mau boyong mi," (red : Pulang\ Balik kerumah). Jujur aku gak suka mendengar hal ini, pulang berarti gak akan kembali lagi ke pesantren atau definisi lainnya perpisahan berkempanjangan .
"aku ikut ka " jawabku sambil menatap langit.
"kamu lulus kapan ?" ka iam balik tanya sambil memukul bahuku.
"dua tahun lagi insyallah -__- ".
"Kaka dari nol lagi mi, cepetan lulus banyak yang butuhin kamu termasuk kaka" .
Ah, menyebalkan semdiri kalau sudah dibilang kayak gini, sangat tersindir rasanya mau berteriak saja kepada semesta. Tapi apa daya, Langit sudah mulai memperhatikan obrolan kami, dan malaikat sudah stand bye menjadi juru tulis pembicaraan, jadi gak ada alasan buat berkata buruk apalagi ngeluh.
"aku bukan santi pengahal 30 juz dengan setumpuk basic agama dari pesantren seperti yang lain, aku juga bukan anak rantau yang kalau pulang selalu ditunggu sama guru gurunya buat ngamalin ilmu di pesantren masing masing atau bahkan memang disiapin untuk ngebangun pendidikan di daerahnya kak".
"kalau mereka bilang aku pandai bicara, karna aku suka bicara akan hal yang aku sukai dan jelas aku sudah mempelajrinya dulu di sekolah seperti sejarah atau peradaban islam, Tapi kalau mereka bertanya tentang ushul fiqih atau qiraat aku akan bicara apa ka ?
Rasanya aku ingin menangis sekarang juga, setidaknya turunkanlah hujan, agar tangisku menjadi samar dalam setiap rintik sejukmu Tuhan.
"Kita sama umi, kita sama dari umum. Sama- sama penggemar sejarah dengan orientalisnya, pengamat filsafat dengan peradabanya. Pecinta Ilmu kalam dengan segala pemikirannya. Ka iam mulai menarik nafas lalu menatapku, dan perlahan mengelus kepalaku.
Umi namanya proses ya pasti ada masa kita jatuh, kalau kita diatas terus, pasti gak akan ada rasa sakitnya, kalau kita gak tau rasanya sakit, kita juga gatau tau bagaimana nikmatnya sembuh .
Aku ingin menangis Tuhan tapi tidak di hadapannya, injnkan langitmu segera menurunkun hujan, aku mohoon...
"kaka akan keluar dari zona aman ini, kaka akan mebentuk zona baru dalam pendidikan di lingkungan kaka, doakan kaka, kaka tau kamu sangat secerdas, secerdas komunikasimu, kaka bisa berarti kamu lebih bisa.
"kaka tunggu karyamu secepatnya, dan segera jadi pembicara di IBF" , "sebelum aku, kakak duluan supaya aku dapat link " , "gimana kalau kita duet aja nanti ? tanya ka iam lagi... "tentu, secepatnya ka insyallah "
Aku tau seluruh malaikat dari seluruh lapisan langit sudah mengamini, pembicaaran kami sejak tadi, dan semua cahaya bintang dari berbagai galaksi sudah tersenyum memandang semesta. Mungkin jika semesta bisa merespon, dialognya seperti ini :
Bintang : hidup mereka lebih terang dari cahayaku wahai semesta, mereka sangat cantik, secantik pelangi dengan seribu warna.
Semesta : Mereka berani melukis dengan warna apapun, bersyukur atas semua warna yang Tuhan pilihankan, dan jelas mereka sangat yakin denga lukisan mereka yang akan selalu indah.
"Mungkin seluruh santri asrama akan bergertar menahan tangisnya sama seperti diriku yang enggan melepas pelukmu, bahkan langit akan menahan rindu kami ketika dirimu melangkah pergi dengan senyum senyum manismu. Sungguh aku sangat sedih ka.....
CERPEN UNTUK KAK MARIAM MUSA
Cinangka Tangerang 4 April 2014
pukul 02.00 Dini hari
Umi Wijaya Lau
— bersama Wery Astuti dan 76 lainnya. Aku pikir kaka udah pulang kerumah, abis kalo di sms gak ada balesan sih. Dia hanya tersenyum lalu segera memelukku dengan hangat, Ah rasanya sedih sekali. Aku sungguh ingin menangis detik ini juga.
Tahun 2012 aku mulai mendaftar sebagai mahasantri Pesantren Takhasus Iiq. Gadis jakarta dengan basic dibawah standar dalam pendidikan Al-Qur'an. Modal nekat dari segi ekonomi, lalu siap ga siap mendesak diri, untuk bisa menghafal.
Umi Wijaya Lau, ka mariam mulai teriak memanggil namaku dari kamarnya di lantai bawah, "diskusi apa tadi, sama ustad rosyid ?" tanya ka iam ( ka iam adalah panggilan kesayangan) "biasa perkumpulan anak sejarah pembela negara dan agama ka " jawabku polos.
Ka iam mulai senyum gak jelas mendengar jawaban anehku, "lanjutin bahas buku wali songo ka, materi dakwah dalam sejarah bermisteri, kalau kita gak kuat tinggal lambaikan tangan ke kamera deh . Senyum ka iam yang gak jelas tadi makin menjadi mendengar jawabanku yang nelantur inii , entahlah apa maksud senyumnya, terlalu sulit diartikan .
Kalian tau ? Ka iam adalah ahli senyum dalam semua keadaan, bahkan pengendali kegalauan dalam semua kondisi, kalau ENG AVATAR itu pengendali angin, maka julukan ka iam adalam pengendali galau para santri .
Bagaimana bisa seorang pengurus pesantren dengan segudang kasus, setumpuk rangkian tesis yang minta dipertanggung jawabkan segera, belum lagi gangguan sms setiap hari " kak air mati, kak keran di asrama ada yang copot, kak mati lampu". Dan realitanya ka iam masih tersenyum dan lagi lagi senyuman ini masih sulit diartikan.
"kaka mau boyong mi," (red : Pulang\ Balik kerumah). Jujur aku gak suka mendengar hal ini, pulang berarti gak akan kembali lagi ke pesantren atau definisi lainnya perpisahan berkempanjangan .
"aku ikut ka " jawabku sambil menatap langit.
"kamu lulus kapan ?" ka iam balik tanya sambil memukul bahuku.
"dua tahun lagi insyallah -__- ".
"Kaka dari nol lagi mi, cepetan lulus banyak yang butuhin kamu termasuk kaka" .
Ah, menyebalkan semdiri kalau sudah dibilang kayak gini, sangat tersindir rasanya mau berteriak saja kepada semesta. Tapi apa daya, Langit sudah mulai memperhatikan obrolan kami, dan malaikat sudah stand bye menjadi juru tulis pembicaraan, jadi gak ada alasan buat berkata buruk apalagi ngeluh.
"aku bukan santi pengahal 30 juz dengan setumpuk basic agama dari pesantren seperti yang lain, aku juga bukan anak rantau yang kalau pulang selalu ditunggu sama guru gurunya buat ngamalin ilmu di pesantren masing masing atau bahkan memang disiapin untuk ngebangun pendidikan di daerahnya kak".
"kalau mereka bilang aku pandai bicara, karna aku suka bicara akan hal yang aku sukai dan jelas aku sudah mempelajrinya dulu di sekolah seperti sejarah atau peradaban islam, Tapi kalau mereka bertanya tentang ushul fiqih atau qiraat aku akan bicara apa ka ?
Rasanya aku ingin menangis sekarang juga, setidaknya turunkanlah hujan, agar tangisku menjadi samar dalam setiap rintik sejukmu Tuhan.
"Kita sama umi, kita sama dari umum. Sama- sama penggemar sejarah dengan orientalisnya, pengamat filsafat dengan peradabanya. Pecinta Ilmu kalam dengan segala pemikirannya. Ka iam mulai menarik nafas lalu menatapku, dan perlahan mengelus kepalaku.
Umi namanya proses ya pasti ada masa kita jatuh, kalau kita diatas terus, pasti gak akan ada rasa sakitnya, kalau kita gak tau rasanya sakit, kita juga gatau tau bagaimana nikmatnya sembuh .
Aku ingin menangis Tuhan tapi tidak di hadapannya, injnkan langitmu segera menurunkun hujan, aku mohoon...
"kaka akan keluar dari zona aman ini, kaka akan mebentuk zona baru dalam pendidikan di lingkungan kaka, doakan kaka, kaka tau kamu sangat secerdas, secerdas komunikasimu, kaka bisa berarti kamu lebih bisa.
"kaka tunggu karyamu secepatnya, dan segera jadi pembicara di IBF" , "sebelum aku, kakak duluan supaya aku dapat link " , "gimana kalau kita duet aja nanti ? tanya ka iam lagi... "tentu, secepatnya ka insyallah "
Aku tau seluruh malaikat dari seluruh lapisan langit sudah mengamini, pembicaaran kami sejak tadi, dan semua cahaya bintang dari berbagai galaksi sudah tersenyum memandang semesta. Mungkin jika semesta bisa merespon, dialognya seperti ini :
Bintang : hidup mereka lebih terang dari cahayaku wahai semesta, mereka sangat cantik, secantik pelangi dengan seribu warna.
Semesta : Mereka berani melukis dengan warna apapun, bersyukur atas semua warna yang Tuhan pilihankan, dan jelas mereka sangat yakin denga lukisan mereka yang akan selalu indah.
"Mungkin seluruh santri asrama akan bergertar menahan tangisnya sama seperti diriku yang enggan melepas pelukmu, bahkan langit akan menahan rindu kami ketika dirimu melangkah pergi dengan senyum senyum manismu. Sungguh aku sangat sedih ka.....
CERPEN UNTUK KAK MARIAM MUSA
Cinangka Tangerang 4 April 2014
pukul 02.00 Dini hari
Umi Wijaya Lau