MEMPERTANYAKAN KISAHMU

Jumat, 27 Februari 2015







“Aku belajar berpura-pura mengiyakan, untuk menutup semua rasaku kepadamu, yang aku masih pertanyakan kebenarannya sekarang”
Padang 19 Febuari 2008
Pelangi mulai terlukis dari belakang danau maninjau. Bekas-bekas hujan masih terlihat jelas di sekitar danau maninjau yang sedikit lembab namun tetap menghangatkan. Membasahi kebun kelapa di samping rumah, membuat Rezi sedikit malas memetik kelapa untuk berbuka puasa nanti. Hujan benar-benar turun sore ini. Seperti yang tadi Uda Rafdi bilang disekolah, kalau hujan benar-benar akan turun sore ini.
“Nanti sore sepertinya akan hujan, Langit sudah mulai gelap!” Aku hanya bisa mengangguk sambil pura-pura melihat langit. Memang pura-pura seperti ini selalu menyenangkan. Pura-pura mengiyakan, agar semuanya tetap baik-baik saja.
“Zaira,, nanti sore aku mau buka puasa dirumahmu yah ? Rezi mulai mengacaukan pembicaraan dua arah kami, sehingga menjadi tiga arah. Oh, Rezi sepupu idolaku ini memang paling suka menggangu. Tidak tau suasana hati sama sekali.
“Emh, jawabku singkat.
“Nanti aku ambilkan kelapa untuk Amakmu lah gimana ?”
Aku segera mengiyakan, tawaran seperti ini harus langsung diambil. Kalau lima menit belum ada jawaban, dia bisa langsung berubah penawaran. Maklumlah, generasi pedagang number one limited edition di kota gadang. Siapa yang tidak tertarik dengan yang satu ini, Rezi Fahrezi yang tampang sebelas duabelaslah dengan Herjunot Ali, Ketua osis, Anggota Nasyid, lengkap sudah untuk jadi referensi masa depan. ‪#‎EdisiPromosi
***
Waktu imsyak tinggal beberapa menit lagi, suara shalawat mulai menggema dari arah timur. Suara yang selalu aku pertanyakan mengenai perasaan dan kehadiranya beberapa tahun terakhir. Yap, tepat sekali itu suara Uda Rafdi dari surau. Dia Rafdi Ramadhan sepupuku, sama seperti Rezi, tapi dia bukan sepupu idolaku melainkan sepupu kesukaanku. Sedikit berlebihan memang. Tapi ini memang kenyataanya sekarang. Kami bertiga adalah saudara sepupu dalam satu kelas di satu sekolah yang sama. Dan ini sudah terjadi selama dua belas tahun terakhir, dari kami mulai masuk SD sampai sekarang yang sedang berjuang masuk universitas.
“Itu, Rafdi yang shlawatan Ra ?” Tanya Amak tiba-tiba, “Iya, Mak itu Uda Rafdi yang Shalawatan”. Amak mulai senyum penuh arti lalu menatap ke Ayah. “Makin bagus suara Rafdi itu Yah” Tanya Amak ke ayah yang sudah mulai siap-siap berangkat ke surau. “Iyah” Ayah menjawab singkat, lalu mengambil kopiahnya di atas rak buku sambil melangkah ke pintu.
“Ayah ke surau dulu, harus maksa Rafdi jadi imam shalat sekarang, sekalian muraja’ah hafalan dia” Aku segera mencium tangan ayah, sama seperti Amak. Rafdi dan Rezi adalah anak dari adiknya Amak yang sekarang tinggal di Jakarta bersama suaminya, dia belum menyelesaikan hafalannya, tapi suaranya memang sudah diakui untuk Musabaqoh Tilawatil Qur’an tingkat Provinsi.
***
“Ia hanya layak dicintai selama tidak keluar dari cahaya Cinta-Mu, Jika tidak ! Dia tidak layak dicintai”
Padang 10 Mai 2008
Rafdi sudah mengayuh sepedanya tepat di depan sepedaku dan Rezi. ”Rafdi pelan sedikitlah, ini masih pagi” Teriak Rezi yang mulai kesal karna harus mengimbangi sepeda Rafdi. ”Iyah, kita gak akan terlambat Raf !”. Aku mulai teriak karna kesal sendiri karna harus mengejar Rafdi dan Rezi yang santai- santai aja pakai celana panjang jadi bisa mengayuh sepeda lebih cepat. Lah, aku naik sepeda pakai rok panjang kayak gini.
“Kamu kan pakai celana olahraga Ra, angkat aja roknya sedikit” Jawab Rezi sambil terus mengimbangi Rafdi di depan. “Rafdi pelan-pelan aja, bisa kan?” Aku mulai memelas sambil terus mengayuh sepeda mengimbangi mereka berdua di depan.
“Turunin lagi Roknya !!! jangan dengerin Rezi, aku udah pelan nih” Jawab Rafdi singkat.
Aku langsung mengikuti intruksinya, Rafdi sudah mulai marah kalau seperti itu intonasinya. Tapi aku tau ini demi kebaikan. Sekolah kami memang cukup jauh dari rumah. Rafdi sekarag sudah mengimbangi sepedaku begitu juga dengan Rezi.
Rezi sudah asik mendedangkan nasyid kesukaanya, sambil bersiul-siul gak jelas. Sepedanya tepat didepanku, tidak terlalu jauh seperti tadi. Sedangkan Uda Rafdi tepat dibelakangku, jika digambarkan seperti kereta api dengan tiga gerbong berwarna putih abu-abu. Kami mulai menyapa satu persatu kawan yang berjalan kaki, tiba-tiba Rezi berhenti mendadak dan membuat aku tidak seimbang hingga akhirnya terjatuh dari sepeda.”Aduh, REEZZZIII KENAPA BERENTI TIBA-TIBA SIH?” Lututku spertinya sedikit luka. Rezi pergi begitu saja meninggalkan sepedanya dan berlari ke gerbang sekolah. Sepertinya dia sudah tidak sabar melihat pengumuman kelulusan. Tanpa melihat kecelakaan beruntun yang terjadi karna sepedanya. Aishh, ada apa dengan anak aneh itu ! Menyebalkan sekali.
Uda Rafdi mulai mendirikan sepedaku yang jatuh ke tepi jalan. “Ra, kamu gak kenapa-napa?” . Aku diam sebentar lalu menjawab “Kenapa yang ditolongin sepedanya sih Uda, kan aku yang jatuh!” Aku mulai kesal kalau ceritanya seperti ini. “Sepedanya kan gak bisa bangun sendiri Ra, kalau kamu kan masih bisa bangun tuh” Jawabnya polos membuatku tertawa. Sungguh aku masih percaya dia tetap Uda yang dulu, Uda yang menjaga aturan syariatnya untuk tidak menyentuh lawan jenisnya sedekat apapun bahkan dalam keadaan terdesak sekalipun. Uda yang selalu menundukan pandangannya seakrab apapun lawan bicaranya.
***
“Ibarat pohon kelulusan, dia akan terus diperjuangkan sampai akhir”
Taman teratai di dekat gerbang sekolah sudah mulai ramai dikelilingi siswa. Kepala sekolah kami membuat pengumumang kelulusan yang cukup aneh di tahun ini. Dengan menggantungkan surat-surat kelulusan di setiap ranting pohon di area sekolah. Bayangkan apa yang terjadi setelah ini. Semua mulai mencari surat-surat atas nama mereka. Sekolah kami cukup besar, dan memang banyak pohon di sekitar sini. “Aishhh,, ini sudah pohon yang kesepuluh Re,” Aku sudah menyerah, bayangkan aja ada sekitar dua belas pohon di sekolah ini, setiap pohon ada sepuluh surat di setiap ranting. “Ra, ayolah tinggal dua pohon lagi nih” Rezi sudah berdiri lagi dan siap berlari menuju dua pohon terakhir.
“Aku tunggu disini ajalah Re, kamu aja sana nanti aku terakhir aja” Area sekolah sudah sulit digambarkan bentuknya, ada yang menangis haru akhirnya mendapatkan surat kelulusan setelah keliling duabelas pohon, Entah mereka sudah tau isinya atau belom squint emotikon ada yang tertawa bahagia isi surat kelulusan sekaligus penerimaan dari Universitas yang di targetkan, jungkir balik ngelilingi kolam teratai, foto-foto ke ruang guru, Ada juga yang meluk-meluk pohon beringin di deket gerbang. Semuanya sudah teralalu aneh. Aku terakhir ajalah, Sekalian nunggu Rezi dan Uda Rafdi, nanti kalau mereka udah bahagia mendapat surat kan bisa dimintain tolong buat cari surat kelulusanku. Hhahhahha
Zairaaaa…. AKU LULUS, dan kamu tau aku keterima di fakultas kedokteran UNSYIAH Aceh.
Rezi sudah lari melaksanakan adat istiadat sama seperti yang lain, Dia tidak keliling kolam teratai, ataupun meluk pohon beringin. Tapi lebih exstrim dari itu, dia udah manjat menara sekolah sambil mendendangkan nasyidnya.
“Ini suratmu Ra, Selamat yah, Hubungan Internasional UGM” Uda Rafdi tiba-tiba sudah ada di hadapanku sambil memberikan surat kelulusan, “Maaf, kalau Uda yang buka suratnya duluan”. Setelah memberikan surat, dia langsung pergi sebelum mendengar responku. Aishhh, setidaknya dengarkan jawabanku satu kata saja. Walaupun kejadian ini sudah beratus-ratus kali terjadi, tetap menyebalkan sekali. Dengarkanlah dulu jawabanku Udaa, Aku meneriakinya yang terus berjalan tanpa menengok sedikitpun. Sepupu macam apa Uda Rafdi tuh sebenarnya. frown emotikon
***
Dirumah sibuk sekali, Rezi sudah memetik banyak kelapa untuk bahan masakan. Aku belum tau ada acara apa malam ini disurau. Rezi juga belum memberitahuku tentang ini. Mereka semuanya sibuk. Ayah sudah di surau sejak tadi siang dengan ketua dusun kampungku. “Ra, bisa kesini sebentar”. Pinta Amakku. Aku berjalan mendekati Amak yang masih menunggu nasi matang. “Amak mau tanya, kamu suka dengan Uda Rafdi nak ?”. Hatiku tiba-tiba saja sesak, Amak bertanya seperti itu. Aku belum memiliki jawaban apapun sekarang. Dan memang aku tidak mau menampakan rasa itu. Kalau memang benar-benar aku menyukainya.
“Zaira, dengarkan Amak. Amak tau kamu menyukainya, tapi ini permintaan Amak sebagai ibumu. Lepaskan rasa sukamu sekarang, ini untuk kebaikanmu nak,” Amak lalu mengelus kepalaku. Tapi Hatiku semakin sesak mendengar pernyataan Amak barusan, Semuanya berkecamuk menjadi satu. Ada apa sebenarnya, kenapa Amak harus meminta permintaan semacam itu. Aku tidak mengerti sama sekali dengan semua ini. Apakah aku salah menyukai Uda yang baik seprti itu,”Apakah aku belum pantas untuk sekedar menyukainya saja Mak?”. Air mataku sudah mulai jatuh, aku sudah tidak peduli dengan tangisan yang sudah aku tahan tentan perasaan ini. Aku benar-benar tidak peduli sekarang.
“Apakah aku kurang baik untuk menginginkan yang baik seperti Uda Rafdi, aku tau aku masih terlalu muda untuk memikirkan rasa ini. Tapi ini perasaanku sejak beberapa tahun terakhir. Aku akan tetap diam menjaga perasaan ini, Aku tidak akan menampakannya sama sekali. Tapi, ijinkan aku menyukainya Amak. Aku benar-benar menyukainya. Suaraku mulai parau bercampur dengan tangisan yang membuatku sesak.
Sekarang langit malam bersaksi menatapku. Mempertanyakan tentang rasa yang aku kejar namun belum jelas ujungnya. Aku tau, mulai detik ini, semua perasaanku dan rinduku akan menjadi kesalahan fatal jika masih aku teruskan kisahnya.
***
“Jika benar, aku akan tetap diam. Dan berpura-pura tidak tau tentang kisahmu sekarang”
Secara perlahan aku mulai merakit satu persatu mozaik cerita hari ini. Alunan ayat suci Al-Qur’an sudah mengalun dari ba’da ashar dari tadi disurau. Tepat setelah kami mengambil surat kelulusan. Aku tidak bertanya kepada Rezi ada acara apa di surai, sehingga Amakku harus masak banyak untuk malam ini. Aku tau itu suara Uda Rafdi, Jika dihitung semenjak ba’da Ashar tadi berarti dia sudah membaca Al-Qur’an selama 5 jam hingga malam ini. Aku mulai berlari menerobos hujan setelah Amak mencium keningku dan menjelaskaan pernyataanya tadi. Aku terus menerus berlari secapat aku bisa ,menerobos hujan sambil menangis, aku benar-benar bingung dengan persaanku sendiri sekarang. Aku sedih sekali jika benar-benar malam ini harus terjadi peristiwa seperti yang Amak billang tadi.
Ayah ada di dalam Surau, Surau sudah ramai dengan shalawat dan lantuan doa dari ketua dusun dan anggota masyrakat dusun. Rezi menjadi salah satu pemimpin shalawat acara ini. Aku sudah tidak peduli dengan angin malam apalagi dinginnya hujan. Aku benar-benar akan melihat kejelasan ini semua. Aku tidak akan percaya, sebelum aku melihatnya sendiri.
“Saya terima nikahnya Zanifa bin Ahmad dengan mahar seperangkat alat shalat dibayar tunai” Uda Rafdi sudah melaksanakan akad pernikahanya malam ini. Sekaligus menyelesaikan hafalannya tiga puluh juz bil ghaib yang di simak langsung oleh ayahku sendiri yang sekarang menjadi mertuanya. Dia melamar Uni Zanifa, kakak kandungku yang sekarang bersekolah di mesir. Aku terima kebenaran ini, aku faham, Uni Zanifa lebih baik untuk Hafidz seperti Uda Rafdi. Aku percaya dan aku tidak berpura-pura untuk mempercayai ini semua.
***
“Semua akan baik-baik saja”
Djogjakarta 22 Agustus 2012
Hubungan bilateral timur tengan sekarang sedang bermasalah. Terlalu banyak intervensi dari pihak asing. Dan tidak ada batasan yang jelas untuk menyelesaikan konflik daerah ini. Seharusnya badan hukum yang sudah diakui didunia, mampu untuk melindungi setiap daerah yang mulai disudutkan tanpa alasan jelas. Adanya propaganda untuk mencari keutungan satu pihak seharusnya sudah mulai diselidiki. Agar tidak terjadi kecurangan yang akan membuat konflik semakin parah. Itu Harapan Saya. Saya Zaira Ahmad. Terimakasih.
Tepuk tangan mulai menggema, Aku Zaira Ahmad terpilih sebagai mahasiswi terbaik Hubungan Internasional dengan skripsi terbaik juga difakultasku.
Hari ini Amak dan ayah datang ke jogja, Aku sudah empat tahun tidak bertemu mereka. Semenjak kejadian itu aku memutuskan untuk tidak kembali kedaerahku sendiri. Mereka pun enggan mengunjungiku karna memang selalu aku larang. Itu lebih baik sekarang. Aku rasa Uni Zanifa dengan Uda Rafdi baik-baik saja di mesir. Jadi, tidak perlu aku tanyakan kabar, atau menjawab kabar dari mereka. Dengan begitu semua akan berjalan baik-baik saja.
Amak datang mengunakan kebaya berwana putih,kebaya yang dia gunakan ketika Uda Rafdi menikahi anaknya yang lain. Ah,lagi-lagi aku masih memikirkan hal menyedihkan itu.
“Alhamdulialah, Zaira. Amak dan Ayah bangga padamu” Amak langsung memelukku dan mulai menangis. Ayah masih seperti dulu, dia lebih banyak diam. Dan sedikit tersenyum sambil mengelus kepalaku. Aku mencium tangannya sambil menangis “ Maafkan Zaira Ayah”. Ayah terus mengelus kepalaku, dan berbicara sedikit “ Ini kesalahan Ayah, Maafkan Ayah, Pulanglah nak ikut dengan kita”
Aku hanya diam,tidak menjawab apapun. Amak menatap penuh harap kepadaku. Begitu juga dengan Ayah. Aku benar-benar ingin melupakan semuanya. Tapi belum bisa, dan biarlah aku yang menanggung semua kesalahanku sekarang. Cukup kejadian besar itu menarik langkahku untuk tidak pulang. Aku mulai menarik nafas panjang lalu memberanikan diri untuk berbicara “Ijinkan aku disini, Aku tidak akan pulang! Ini pilihanku Ayah.
Tiba-tiba seseorang yang tidak pernah aku mau temui lagi semenjak empat tahun lalu datang dengan kakak kandungku sendiri. Uda Rafdi menggunakan jas hitam buatan mesir, itu sangat jelas terlihat dari modelnya. Dia sekarang semakin tinggi dan menggunakan kaca mata. Sekarang semua kejadian itu terulang lagi, seperti film documenter di dalam otakku. Aku benar-benar masih memikirkannya. Aku belum bisa melupakannya selama ini. Aku tau ! Aku salah karna perasaan ini.
Uni Zanifa dengan gamis putih polos tepat ada disampingnya sambil merangkul tangan Uda Rafdi, Kenapa harus di hari wisudaku. Aku melihatnya. Ini benar-benar menyakitkan. Uda Rafdi mulai mengajakku berbicara “Pulanglah, Zaira !”. Perkataanya masih sama seperti dulu ringkas dan tegas. Jujur Aku masih menyukai instrusksinya itu sama seperti dulu. Sungguh, aku benar-benar masih merindukannya sama seperti dulu.
“Zaira, sudah empat tahun semenjak hari kelulusan itu !, Maafkan aku terlambat menyadari semuanya”. Uni Zanifa semakin erat merangkul tangan Uda Rafdi yang gemetar menyampaikan pengakuannya barusan. Aku mulai menangis melihat ini semua, dan mendengar pengakuannya itu. Dia bilang terlambat ! “Kita bersama sudah terlalu lama. Dan Uda bilang masih terlambat. Kenapa harus Uni Zanifa, dan kenapa semuanya harus dirahasiakan dariku! Semua iu dilakukan secara sadar, dan memang sudah direncanakan tepat setelah hafalan Uda selesai !”
“Uda sadar, rasa itu terus memakasa masuk sampai sekarang ! Tanpa mau tau, hatiku sudah mulai rapuh karna kehilangan kendali selama ini. Dan parahnya lagi, rasa ini terus memaksaku, dan akhirnya merusak semuanya. Apa Uda mengerti sekarang! Aku benar-benar kecewa dengan hatiku sendiri, Sungguh aku benar-benar kecewa.”
“Maafkan Uda’ jika menyakiti hatimu”.
***
Epilog
Jakarta 12 Maret 2014
Semua terlihat biasa saja. Tidak ada yang istimewa untuk malam ini. Rezi sedang sibuk mencari jas untuk acara malam nanti di butik milik pamanya. Sedangkan aku masih sibuk melihat buku-buku baru yang aku masih anilisisis sinopsisnya. Musim hujan sudah mulai datang di awal bulan lalu. Tepat berbarengan dengan kelulusan S2 spesialis kedokteran Rezi di Aceh. “Aku sudah menemukan jas untuk akad nanti malam”. Aku mengangguk, dan tersenyum simple untuk merespon pernyataanya. Aku segera melangkah menuju loby mall tanpa berbicara sedikitpun.
Hujan, mulai terun membasahi ibukota. Mobil kami berhenti tepat di lampu merah pertama tidak jauh dari mall. Aku memandang hujan yang yang semakin deras. Banyak anak berlari-lari membawa payung dengan baju lusuh yang sudah tidak jelas warnanya. Halte itu sudah terlalu penuh dengan orang berteduh, kenapa mereka tidak berlari hujan-hujanan saja. Lagi pula itu hanya hujan air. Tidak akan melukai sedikitpun. Bantinku.
Empat tahun lalu aku menyakiti hatiku yang sebenarnya tidak sakit. Ah, aku masih bingung dengan kejadian di hari wisudaku waktu itu. Rezi tiba-tiba datang ketika aku sedang berusaha menahan tangis di depan Uda Rafdi dan Uni Zanifa. Karna emosiku yang sudah terlalu kalut. Aku juga mengusahakan menahan semuanya di depan orang tuaku. Tapi hari itu, Rezi benar-benar membuatku menangis saat itu, di depan semuanya.
“ Aku akan mengampus semua rasa itu, aku akan memaksa menghapusnya. Asal kau mau hidup bersamaku. Aku tau, aku terlambat menyadari cintaku padamu sejak dulu. Karna aku menghormati perasaanmu untuk Uda Rardi yang terlalu lama. Aku tau, kamu menyukai Uda sejak kita kecil dulu. Dan aku tau! rencana pernikahan itu akan membuatmu benar-benar kecewa. Tapi dulu, aku belum bisa berbuat apa-apa untukmu.”
“Aku tau, kau sudah menahan kisah ini terlalu lama. Tapi kau harus tau ! Aku, yang palin lama mempertanyaankan kisah ini semua."
Aku benar-benar menangis saat itu. Dan, Hujan tidak turun saat itu. Tidak ada lagi hujan yang bisa menyamarkan tangisanku sekarang.
"Aku akan segera melamarmu, dan tidak akan menannyakan persaanmu kepadaku. Karna aku tau, semua ini akan berlalu. Ini janjiku! Percayalah Zaira.”

The End….
Umi Wijaya Lau
Dershane Turki
27 Febuari 2015 pukul O4:41










"Buliah jadi uda labiah tau jawabanyo. Apabila denai doa-an. Apakah itu bisa tajadi ?”

Jumat, 20 Februari 2015

“Buliah jadi uda labiah tau jawabanyo. Apabila denai doa-an. Apakah itu bisa tajadi ?”
Kening abangku mulai berkerut berlapis-lapis, Berapa lapis ? Ratusaaaann. Hahahah, Aura wajahnya juga mulai aneh seperti umur dua puluh satu ditambah lima. Aiihh, ternyata dia sudah terlalu tua untuk menjadi mahasiswa biologi semester delapan. Mengerikan mengetahui biodata aslinya yang menyedihkan itu, apalagi memperhatikan jari-jari tangan putihnya yang mulai mengges-geser layar i-phone milikku tanpa belas kasih.
“Abang ngapain sih?” nanti doi-ku bisa masuk musium kalau abang kasar begitu nyentuhnya. Aku mulai merebut si doi dari tangnnya. “Tunggu sih, abang lagi nyari petunjuk nih”. Aku hanya bisa menarik nafas berkali-kali kalo udah kayak gini kejadiannya. Lagian Petunjuk apa coba, kalau caranya kayak gitu, tinggal bilang kalau abang gak tau arti status bbm itu. “Sini balikin, si doi udah kesakitan tuh bang, dia minta masuk IGD nanti kalau terus-terusan disiksa sama abang.”
“Kamu itu yah De, ini namanya i-phone bukan doi, kamu kelamaan jomblo sih, Hahahhaha. Bantuin sini cari petunjuk biar tau artinya, Kamu kan yang butuh ? ”
Bayangin aja deh, masa dia nyari petunjuk dengan cara geser-geser layar si doi. Mana ada, emangya Dora The Expoler nanya-nanya petunjuk “Apa kamu melihat petunjuk disana Boots ?” yah, Dimana kamu melihatnya Boots? Jadi, dimana kamu melihat petunjuknya Boots ? lalu mereka bernyanyi “Berhasil, Berhasil, Berhasil, Horeeeee”. Huhhh, ini sungguh menyedihkan.
Dan dia bilang aku Jombloo! Perlu dikasih kaca nih sepertinya.
“Aku bahagia menjadi Jomblo Bang , kan kita sehati, seiman, sejiwa dan seperjuangan. Betul tidak ustad ?”
“Emhh -__- ” jawab abangku singkat.
Dia Abangku Misri Yhuriansyah
Umur 21+5 = 27, eh maaf 26 maksudnya.
Mahasiswa Biologi Semester akhir, gak tau sampai kapan akhirnya. Hahahaha.
***
CRIIINGGG… Tatapan tajamnya mulai menyilaukan angkasa pura. Membuat daya listrik berkurang drastis, mungkin terserap oleh aura kesadisan Bang Misri yang tiba-tiba muncul karna aku menganggunya berlebihan, lampu belajar kami mulai kedap-kedip membuat aku sulit menulis. Angin kencang mulai menjatuhkan ratusan komik dan koleksi novel milik kami. Menerbangkann kartu-kartu UNO yang sudah kami koleksi dari beberapa daerah di jepang. Bang Misri mulai berdiri dari tempat duduknya dan mendekatiku dengan tampang sadisnya. Sekali lagi dia melangkah, aku akan teriak beberapa oktaf dalam tingkat nada paling tinggi. Setidaknya itu bisa membuatnya mundur atau lompat dari jendela karna suara merduku.
“Sini laptop Abang, balikin! Abang mau ngerjain tugas. Ini cerita fantasi apa curhat. Aneh sekali, Mana ada di dunia fantasi tentang angkasa pura, memangnya maskapai penerbangan” Dia mulai berkomentar sambil teriak-teriak, sepertinya dia lapar. Hhahhahah
Adek : Suara Abang udah tinggi, gak usah ditambahin oktafnya. Kita lagi enggak demo Bang.
Abang : Adek macam apa itu. (Hanya bisa membantin) . “ -_______- , Oke fix. Ambil nih si doi, dia harus segera masuk rumah sakit jiwa karna pemiliknya udah kena syndrome Melan error nomer satu : Terlalu lebai dalam menulis cerita fantasi dan itu kekurangan data yang jelas sumbernya.
Adek : Syndrome Melan error itu apa yah ?. Aku taunya Melankolis sama Melani Ricardo yang artis itu. Hahhahaha.
Abang : Abaikan -__- . Ini bahasa padang, artinya besok aja Abang kasih tau InsyaAllah.
Aku segera mengunci pintu kamar. Menutup semua jendela takut dia datang lagi tiba-tiba lewat jendela. Memastikan tidak ada jalur untuk dia menerobos masuk. Menyeramkan sekali memang memiliki adik perempuan yang exstrim seperti dia. Gadis yang bisa masuk kamar Abanngnya sendiri lewat jendela. Padahal ini dilantai dua. Exstrim sekali kan ?
Gadis yang selalu mengatakan Abangnya ini berumur duapuluh enam bahkan duapuluh tujuh. Padahal wajah aktorku ini baru duapuluh satu tahun. Dan aku memang sedang di semester akhir. Beberapa bulan lagi akan lulus. Entah apa yang terjadi dengan matanya, kok bisa melihat wajah babyface ini berumur duapuluh enam tahun ditambah satu. Padahal, udah pakai kaca mata.
Memang aneh, belum lagi mengenai kamarku yang dia sebut ruang belajar tapi tak pernah menggagap Abang imutnya ini guru. Itu menyedihkan, Sakitnya tuh dimana-mana !!!
Dia adikku Brilian Lie
Umurnya dua puluh tahun
Mahasiswi Sastra Indonesia
***
Hujan mulai turun tidak terlalu deras namun cukup membuat jendela kamarku berembun. Selalu menyenangkan memang kalau hujan, mau dia deras ataupun tidak. Aku tetap menyukainya. Alasan pertama aku bisa tidur dengan bahagia, alasan kedua bisa tidak masuk kelas karna flu, alasan ketiga menunda rapat organnisasi karna jalanan banjir, alasan keempat uts di cancel karna dosen telat bahkan gak masuk karna jalur ibukota macet total. Hahahaa, itu menyenangkan bagiku. Untuk masa lalu. Jika sekarang sudah lain cerita. Hujan terlalu banyak arti dalam setiap rintiknya.
Kini aku benar-benar mencintai hujan. Sungguh benar-benar mencintainya. Aku belajar mengenai sistem kepercayaan yang ada di dalam setiap rintik hujan di kelompok belajarku itu, yah kelompok belajar yang serba cukup, cukup alay, cukup modus, cukup membuat aku menjadi agak gila dalam belajar. Setidaknya cukuplah untuk menunjang kelaparan ketika akhir bulan. Hahahha
Sasa sahabat baikku pernah berkata bahwa jika kita percaya setiap ada satu rintik hujan yang jatuh ke bumi, ialah tanda bahwa ada seribu cita-cita di bumi yang terkabul. Bayangkan jika dalam sekian detik beribu-ribu rintik hujan yang turun.Lalu dia bertanya kepadaku “Berapa banyak cita-cita yang dikabulkan Lian?”
Pokonya tidak terhitung cita-cita yang terkabul itu, jadi aku dan kelompok cukupku itu selalu membuat banyak cita-cita ketika hujan. Tentunya sambil usaha dan doa, kalau kata Ustad Anan mah.
“Liaannnn, kita disinii...!” Sepertinya ada yang memanggil. Mungkin fens rahasiaku. Tetep jalan ajalah, Hhahahha. Beginilah jadi gadis manis. Semut aja suka, apalagi yang lain. ‪#‎Bangga‬
“LIAANNNNN.....!!!” Awww, siapa nih yang lempar ?
Satu gulungan bola kertas tepat mendarat di kening manisku. Ini fens apa paparazi sih, Pake kirim surat segala. Dilempar pula. ‪#‎Disitu‬ kadang saya merasa sedih.
From : KC dibaca : KECE ( Kelompok Cukup )
Cepet liat kanan, arah jam dua. Dipinggir kolam teratai. Gak perlu ngerasa punya fens, apalagi paparazi. Emangnya situ, Aktris Hollywod. Cukup punya kita, udah bisa bahagia dunia akhirat. InsyaAllah. ‪#‎Salam‬ JOSS ( JOMBLO SAMPAI SAH)
***
Instrumental klasik Bethoven mulai memacu gesekan melodi yang dimainkan teman-teman dipinggir kolam teratai dekat fakultas sains, tepat sekali berhadapan langsung dengan kelas praktek bang Misri. Disana ada Sanguina Santika yang senyum-senyum gak jelas. Dia pasti gak fokus main biola, tapi fokus mentap jarak jauh ke kelas bang Misri. Emangnya keliatan yah, kan dibatasin tembok. Hahahha
Dia Sanguina Cantika atau biasa dipanggil Sasa ‪#‎Untung‬ bukan MSG . Ini dia yang ngelempar gulungan kertas yang dijadiin surat. Tulisannya miring kanan, ada juga miring kiri, sama kayak orangnya yang kadang miring kalau udah bahas perasaan. Sanguina ketua KECE yang sanguinis banget.
Aku mulai mendekati taman, menuju tempat duduk Genia yang sedang meperhatikan Sasa bermain biola asal-asalan. “Genia Kolesia, kamu serius banget ngelia Sasa ”.
“Hai, Lian, kamu dari tadi dipanggil-panggil sama kita. Kok diem aja, pura-pura gak denger atau alat pendengarnya bermasalah, Jangan bilang kamu lagi kena syndrome melan error nomer dua : Mengkhayal punya fens dan dikejar paparazi dikampus. Disitu kadang saya merasa sedih sebagai sekertaris KECE memiliki anggota seperti ini.
Cuma bisa diem deh sambil nyubit pipinya dikit kalau Genia udah ngebuly kayak gini. Sadisnya sama kaya bang Misri. Ampun deh. Ngebuat aku lebih tertarik melihat keadaan Doi yang sudah bertahan sekian lama di dalam tas. Dari pada harus nanya kabarnya. ‪#‎Sedikit‬ Sadis.
“Apa kabar bang Misri ?” Eh, maksudku apa kabar si Doimu itu”. Sambil nunjuk doi dengan kejam -__-.” Ambigu deh pertanyaanmu Ge, mau nanya bang Misri atau Doiku ?”
Dia mulai senyum-senyum penuh arti sama seperti Sasa yang masih senyum-senyum menatap tembok kelas sains dari jauh. Sebenarnya mereka ini kenapa. Asumsiku mereka lapar jadi harus makan sticker yang ditempel di mading, atau sedang galau karna tugas Uda Anan. Huft, Entahlah.
***
Kelas praktik untuk semester akhir terkadang membuat mata sedikit merah, jari-jari sedikit kriting dan cukup membuat hati lebih peka terhadap waktu. Sama seperti perkataan Anan kemarin waktu menggangu keseriusanku mengerjakan laporan. “Cowok cakep itu peka sama waktu, apalgi sama kamu yang nanti jadi istrinya ”. Karna kita saudara seiman dan seperjuangan, maka sekarang giliranku untuk mengatakan itu, hitung-hitung sedikit mengetes fokuslah. “Cowok cakep itu peka sama waktu, apalgi sama kamu yang nanti jadi istrinya , observasi penelitian sudah hampir selesai kan Nan ?.
“MISRI !!! sekian detik itu berharga sekali.” Nah kan, Dia mulai berceramah lagi. “Manusia yang belum bisa menghargai waktu, dan sering membuang-buang waktu itu sama seperti orang yang tau tapi sebenarnya dia gak tau. Atau orang yang tau tapi pura-pura tidak tau. Simplenya dia gak peka dan gak sadar.” Aku gak asing sama jawaban ini.
“Eh, Itu jawabanku kemarin Nan, gak kreativ nih -__-. Ubah sedikit dong redaksinya!” Aku mulai protes! karna memang itu benar-benar jawabanku waktu dia becanda kemarin. Tanpa ada perubahan titik koma sedikitpun. Dasar Anan !!! “Aku masih sibuk aniliis objeknya sebentar, nanti kalau udah selesai baru aku revisi jawabnnya”.
Anan Fahrezi teman sekaligus keluargaku dua puluh satu tahun ini. Mungkin waktu di dalam rahim, kita udah punya frekuensi yang sama untuk berjuang dijalan Biologi. Atau memang kita terlalu sehati jadi dari dulu berdua terus. Sebenarnya berlima, ada tiga makhluk aneh diantara kebersamaan kami. Eh, bukan kebersamaan tapi persaudaraan, nanti dibilang gak normal lagi. Sebenarnya situasi seperti ini membuat saya merasa sedih. #86
Genia Kolesia adik pertama Anan, Kolesia diambil dari kata koleris, Kata Anan sih gitu. Karakternya tegas, saking tegasnya terkadang jadi sadis. Gelia satu jurusan dengan Lian. Sama-sama tergabung dalam kelompok aneh mereka “KECE”. Entah apa yang melandasi adanya kelompok itu, sampai sekarang aku masih bertanya-tanya pada rumput yang bergoyang. ‪#‎Syalalalaa‬.
Adik keduannya, Sanguina Cantika. Pemain biola klasik dikampus. Sibuk bolak-balik paris untuk ikut okestra klasik yang sampai sekarang masih aku pertanyakan dimana letak merdunya musik klasik kecuali untuk pengantar tidur. Kali ini aku bertanya bukan kepada rumput yang brgoyang, tapi dengan laporan yang bergoyang. -___-“
“Misri, Sadar-Sadar ! ini laporanku, tolong dicek”. Hahahha ternyata dari tadi Anan mengoyangkan laporannya di depanku. “Kamu meratiin Sanguina ?, itu diakan yang dekat kolam. “Aku gak meratiin, sekilas melihat aja. Ada lian juga disana lagi sibuk sama Doinya”.
BRUUKK !!! Anan tiba-tiba memukul meja. Kenapa anak ini ! “Kamu ngijinin Lian pacaran Msri. Abang macam apa kamu. Hah ?”
“Kamu ngomong apa sih Nan ?” Jawabku singkat.
“Tadi kamu bilang, Lian sibuk sama Doinya.
“Dengerin ya Nan. Emosimu parah sekali. Kamu lihat aja kesana, apa yang adikku lakukan dengan Genia. Aku tau kamu menjaga pandanganmu terhadap Lian.
Anan mulai memberanikan menatap ke arah kolam, melihat sekilas Genia adik pertamannya dan adikku Lian yang sibuk dengan I-phonenya. Anan terlalu parah dalam dalam hal emosi apalagi menyangkut soal perasaan. Aku belum mengerti sama sekali tentang semua ini. Entahlah, kenapa dia menjadi seperti sejak kejadian beberapa tahun lalu.
***
Turki, Danau Van.
22- Agustus- 2008
Salju mulai turun dipertangahan bulan agustus. Menutupi beberapa bangunan kuno di pinggir danau Van. Sudah tidak ada kuncup bunga lili untuk dipetik. Dan kaca-kaca pertokoan sudah mulai ditutup tirainya dengan sangat rapat. Aku masih sibuk menganggu ayah yang sedang bingung menyalakan pemanas ruangan. Musim salju datang tiba-tiba,tidak sesuai jadwal. Membuat kami terburu-terburu menyiapkan banyak hal. Kami tinggal di Flat sederhana yang berhadapan langsung dengan danau Van. Tidak banyak pemandangan yang bisa dilihat, karna semuanya tertimbun salju.
Aku mengajak Lian pergi bermain sebentar. Aku sudah berjanji kepada lian ketika kita sudah sampai ke Turki akan mengajaknya melihat banyak hal. Dan memang hari ini Lian ulang tahunnya. Aku mengajaknya ke tempat yang paling tinggi menurutku waktu itu.
“Kita kemana Bang ?” Tanya lian polos sambil membenarkan syalnya. Kita ke lantai Flat paling atas, nanti dari atas bisa liat lampu-lampu. “Kenapa Cuma lampu, aku mau lihat yang lain juga Bang” Dia mulai menarik-narik bajuku sambil terus merengek.
“Soalnya cuma lampu yang gak tertimbun salju. Yang lainnya kan tertimbun salju” Lian mulai diam dan terus mengikuti langkahku menuju atas flat. Di atas sudah ada Anan, Genia dan Sasa yang membuat suprise. Orang tua mereka dan orang tua kami satu tim dalam penelitian Study Filologi untuk manuskrip kitab salah satu ulama Turki. Dan beruntungnya lagi, kami bisa ikut bersama mereka kesini untuk beberapa minggu.
Tepat adzan magrib waktu itu. Aku dan Lian sampai ke atas Flat. Ternyata tidak ada Anan dan adik-adiknya. Aku meminta Lian untuk menunggu sebentar, dan jangan berani melangkah ke pinggir flat. Karna tidak ada pagar sama sekali.
“ Kamu tunggu sebentar, gak usah ke pinggir-pinggir, nanti kalau Abang kembali, baru kita ke pinggir untuk lihat lampu-lampu dari atas, Dibawah sana kita bisa lihat jalan raya dan danau Van, Faham ?”
“Aku faham Bang”
***
Sasa berlari menghampiri kami dengan biola kesayanganya. Biola Sasa bernama Bebeb warnanya Pink Peach dengan mawar hitam besar di belakangnya. “Itu biola abis diapain lagi Sa ?” Tanyaku ketus. “Biasa My Beb abis dibawa ke salon buat makeover, kan kita mau ke paris bulan depan”. Sasa emang paling suka ganti-ganti gambar sesuka hatinya, kaya minggu lalu. Dikasih gambar siluman tengkorak dibelakangnya warnanya merah pula. Sekarang lebih feminim dikiklah mawar hitam. Hahahah..
“Besok kasih Cover Ti Pat Kai sama Kera Sakti warna ping aja pas diparis Sa, Hhahhah”. Geisha emang paling sadis kalo ngebuly, padahal itu adiknya sendiri. Walaupun Cuma beda beberapa menit lahirnya. “Aku akan mebahagiakanmu Ge, apapun itu akan aku ikuti. Asal aku bahagia *Looh, Hahhahaah”. Nah, ini yang terkadang mebuat saya sedih. Meraka terlalu manis untuk menjadi saudara. Ada yang sadis ada yang lebai.
“Gimana permainan Biolaku tadi Lian? Simpen dulu Doinya ditas. Aku kan lagi ngomong. Bebeb aja aku cuekin tuh liat!”. Anak sanguinis emang maunya diperhatiin terus deh. “Iyah, bentar Sa, Tanya Gelia dlu gih !”
“Ge, tadi aku gima.... (Genia langsung menjawab tanpa menunggu pertanyaannya selesai).
“Kamu kurang fokus, kamu ngeliatnya ke gedung sains kan ? Bukan Note Melodi! Permainanmu buruk Sa !!!
Sumpah ! Geisha sadisnya makin parah. Belum selesai nannya udah dipotong aja. To the point banget lagi. Aku jadi sedih. “Iyah, aku juga ngerasanya gitu Ge! Tesyekur Ederim Abla.” Sasa langsung mengangkat tas biolanya, dan pergi meninggalkan kami. Aku langsung bangkit mengejarnya. Sasa terlalu cepat berlari, aku melihat jelas dia menabrak beberapa orang didepannya. Dan sampai akhirnya ia terjatuh ketika menabrak orang ketiga kalinya. Kenapa Sanguinis itu harus ceroboh, dan Koleris itu kejam,jadi gini kan ceritanya. Huft...
“Ini tasmu Sa, Kok kamu nangis ?” Ternyata itu Bang Misri dan Uda Anan. Aku langsung mengampiri mereka. Aku mencari tisu untuk mengapus air mata sasa yang terus berderai tiada henti. Ternyata tisunya habis. Bang Misri yang melihat kebingunganku, langsung meminjamkan sapu tangannya. “Ini bersih kok” Aku mengangguk dan mengambilnya untuk Sasa.

Aku mengenal mereka berdua selama dua puluh tahun aku ada di dunia. Begitupun dengan mereka. Kejadian seperti ini sering terjadi. Mereka saudara yang normal jadi wajar kalau bertengkar, Seperti aku dan Bang Misri yang sering genjatan Senjata. Biasanya kalau mereka yang satu ada yang nangis dan yang satu lagi lempar buku. Bahkan bisa jadi lebih parah dari itu. Tapi tetep parahan kami kok. Lagian,ada Uda Anan sebagai penengah konflik, dalam sekian detik kalau Uda udah bicara, biasanya kesedihan akan hilang, kesadisan akan terlupakan dan cinta akan bersemi kembali. Andai Bang Misri seperti itu, aku akan cucikan bajunya setiap minggu. Hahahhah
“ Udah dong nangisnya Sa,”Aku mulai menghiburnya.
“Aku beneran sedih Lian, Walaupun yang dikatakan Gel itu bener!”
“Ya, masa bohongan. Aku juga tau itu beneran” -__-
Genia menhampiri kami, setelah Uda Anan mengajaknya bicara tadi sebentar. “Aku minta maaf Sa! Aku mengatakan yang sebenarnya, Maaf kalau kamu marah” Geisha langsung memeluk Sasa, Tapi Sasa masih diam seribu bahasa. Tidak ada jawaban sedikitpun. Ada hal yang berbeda disini, aku benar-benar mersakan perbedaan. Ada apa dengan mereka, aku benar-benar tidak mengerti kali ini.
***
Pukul 18:10
22 Agustus 2008 Turki
Bang Misri belum juga kembali, aku sudah tidak sabar melihat lampu-lampu dibawah sana. Aku memberanikan diri melangkah pelan ke pinggir untuk melihat keadaan dibawah. Aku akan hati-hati, langkah kecilku terlalu penasaran untuk melihat semua hal yang Bang Misri katakan. Aku berjalan sambil membenarkan syalku. Rajutannya terlalu panjang. Dan sedikit membuat kulitku gartal. Satu per satu langkah kecilku hampir sampai ke pinggir atap flat. Aku semakin penasaran, dan terus membuatku melangkah ke pinggir atap flat.
Sedikit-sedikit cahaya lampu jalan raya depan flat kami sudah terlihat, Aku melangkah semakin ke pinggir untuk melihat Danau Van dari atas. “Liannn, jangan dinjak pinggirnya” Teriak Uda Anan, tepat ketika aku sudah terperosok jatuh ke pinggir atap.
Aargggghhh... Udaa, Aku berteriak sebisaku, Tangisku mulai pecah. Aku terlalu takut saat itu. Aku tidak ingin jatuh kebawah. Flat ini terlalu tinggi. Dibawahnya langsung jalan raya. Dan ini waktu magrib, jarang ada orang yang diluar. Sementara aku hanya berpegangan pada satu kayu tua penyanggah pinggir atap yang benar-benar rapuh.
Uda Anan segara melepas syalnya,”Gak perlu takut, Tunggu sebentar Lian, Apapun yang terjadi jangan lepaskan tangan Uda, Faham ?” Aku mengangguk sambil menahan tangis. Aku ingat saat itu ia masih sempat melilitkan syal ketanganya, aku belum tau apa tujuannya saat itu. Hujan salju mulai turun membasahi langit Turki. Semakin bannyak salju yang turun membuat kami semakin gemetar. Uda Anan sudah menggapai tanganku, wajahnya sudah memerah. Tangannya belum terlalu kuat untuk manarikku sendiri ke atas. Wajahnya benar-benar semakin memerah. Dia mulai berteriak dan terus menarik tanganku dengan genggaman yang semakin kuat . Air matanya mulai jatuh mengenai wajahku. “ Ya Allah, maafkan Lian sudah membuat Uda Anan menangis”.
Aku sudah tidak kuat menahan tangisku sendiri. “Tahan sedikit lagi yah Lian, Uda akan tarik kamu keatas”. Pintanya pelan.
“Pandanganku mulai buram, nafasku sesak sekali Uda”
“LIIAAANNNNNNN.......”
***
Skarang langit malam dan semua bintangnya sedang bersaksi menatapku. Mempertanyakan tenrang rasa yang aku kejar tapi entah kemana ujungnya. Aku tau, Rinduku sudah salah, Dan benar-benar membuatku sesak.
Bersambung…..
***
UMI WIJAYA LAU
Dershane TURKI 4:49