“Cukuplah kusimpan semua ceritaku yang dulu, tentangku, tentang apapun yang membuatku tiada berarti.”

Sabtu, 02 Juli 2016

Part I


Bejjing, November 2008

Deretan pohon lie berdiri tegak melukis ketegasan daratan asia timur. Mensketsakan bayangan daun-daun pohon lie diatas air sungai. Ah, Cantik sekali memang pohon ini. Seperti lukisan bergerak walaupun sebatas bayangan.

Apakah diriku terlihat seperti itu selama ini, menjadi makhluk yang bergerak namun hanya dilihat sebagai bayangan. Dipandang sekilas lalu dilupakan, atau sekedar diingat tapi di abaikan. Arrggh, menyakitkan sekali. Andaikan perasaan ini bisa digambar di atas kertas, mungkin warna kesedihan sudah habis aku pakai sebagai pensil warnanya.

Tiga ratus enam puluh ribu detik dalam satu jam aku bernafas. Berubah menjadi tujuh ratus dua puluh menit dalam dua puluh empat jam, dan lihatlah aku masih bernafas.

Tiga ratus enam puluh lima hari dalam setahun aku masih hidup. Dan lihat aku tetap bernafas.
Lalu menjadi tujuh ribu enam ratus enam puluh lima hari dalam dua puluh satu tahun. Lihatlah, lihat aku terus hidup dan bernafas.

Jadi apa alasannya aku harus begitu sedih hanya karna dianggap sebagai bayangan. Toh, diriku masih tetap hidup sampai sekarang ?
Haruskah aku hidup dengan nafas yang baru, dan menjadi seseorang yang baru. Lalu mengganti semua tentang diriku.
***
Art Internasional Senior High School

Berlari melawan hujan memang tidak ada habisnya, tetap saja akan basah. Sebesar apapun payung yang dipakai, tetap saja basah. Sebesar apaun jas hujan yang kau pakai, tetap saja basah. Jadi, tidak ada alasan untuk berhenti dan mencari tempat meneduh di pingiran ruko. Halte atau bawah fly over.
Lima menit saja aku mengurangi kecepatan berlari, gerbang sekolah tidak akan mau terbuka lagi. Gak perlu alasan apapun. Terlambat ya, tetap terlambat!

“Wait me Mr. Jack!”
 Aku langsung berteriak melihat penjaga sekolah yang hampir menutup gerbang sekolah yang hitam mencekam itu.

Sekitar sepuluh meter lagi aku sampai ke sekolah. Mr Jack seperinya berpura-pura tidak mendengar. Padahal dia tau kalau masih ada siswi yang sedang berlari sambil berteriak memintanya untuk tidak menutup gerbang.

“Ini yang terakhir. Please!”
Apakah aku harus menangis di depan manusia agar dikasihani. Lagipula kalaupun aku menangis, tidak ada gunanya sama sekali. Karna, hujan akan menyamarkan tangisanku.
Tapi aku tidak dilahirkan untuk menjadi wanita selemah itu. Aku sudah berusaha untuk tidak terlambat. Pagi ini sudah banyak sekali kejadian yang tidak bisa aku jelaskan.

“Hari ini ada ujian, aku harus ikut kelas”.
Aku akan menjelaskan nanti, ini yang pertama dan terakhir aku terlamabat. Aku berusaha meyakinkannya.
***

Pilihan memang menuntut untuk dipilih. Entah untuk dipilih atau tidak dipilih. Lagi-lagi hari ini aku masih saja bertanya pada diri sendiri, aku harus memilih apa, melepas yang mana, memperjuangkan apa, dan seterusya.

“Daiyu bagaimana ujianmu tadi?” Tanya Natalia

Belum ada yang bisa aku mengerti tentang diriku sendiri, sampai detik ini.
Untuk mengerti diri sendiri saja sudah cukup sulit sendiri. Apalagi mengerti orang lain.

"Jadi apa yang harus aku pilih ?"
Tanyaku balik kepada Natasya

Bersambung...

2 Juli 2017
11.52 Pm

Penulis : Umi Wijaya Lau

***
"Allah Maha Tau apa yang hambanya lakukan"

0 komentar:

Posting Komentar